Review Novel Teruslah Bodoh Jangan Pintar : Aktivis Vs Oligarki

Teruslah Bodoh Jangan Pintar adalah buku kedua Tere Liye yang bikin gue sesak dan merinding setelah Tanah Para Bandit, karena peristiwa-peristiwa yang diangkat dalam novel berasa real banget!


    Kover Depan Novel Teruslah Bodoh Jangan Pintar

Ngumpulin Niat

Jujur untuk mulai baca novel ini gue membutuhkan niat yang teguh—menyiapkan mental, jadi pas paketnya sampai nggak langsung gue baca. Karena pas buka halaman bab pertamanya aja udah ruangan sidang settingnya, bre. Sesaknya udah kebangun gitu. Alhamdulillah, kekepoan membuahkan niat nggak lama kemudian 😌

Eitss, tapi sans dulu, jangan mentang-mentang gue bilang gitu loe jadi nggk jadi baca. Karena cerita yang jauh dari kata membosankan siap menyambut.


Nyeritain Apa, Sih?

Bercerita tentang sidang konsesi sebuah perusahaan tambang bernama PT Semesta Minerals & Mining yang diwakili oleh Pengacara Kondang dengan spesialisasi pembela terdakwa versus Aktivis Lingkungan yang juga ahli hukum. Udah kebayang dong, bakal seseru apa!? 😎

Menurut loe siapa yang menang? Bagian terseru dan paling menariknya adalah mengetahui bagaimananya sih, gimana semua itu berjalan di balik layar. Gimana mereka berusaha menunjukkan bukti-bukti kalo mereka adalah pihak yang benar 🧐

Some Insights ✨️

Dan ini dia beberapa hal yang pengin gue bagi, yang menurut gue menarik banget dan malah siapa tahu ada yang baru tahu, kayak gue:

Limbah dan tempat bekas pertambangan..

Bukan yang baru banget kepapar, tapi kayak makin terbangunkan gitu. Sebesar itu lho, pengaruh dan kerusakannya. Beberapa yang dimention dalam novel di antaranya: lubang-lubang bekas galian yang nggak diuruk, yang kemudian jadi kolam air dan dijadiin tempat main sama anak-anak usia sekolah yang kemungkinan besar mereka tenggelam di sana dan menelan zat-zat berbahaya. Terus dari limbahnya yang mencemari lingkungan, berakibat pada teracuninya ikan-ikan di laut, bahkan kemudian membawa efek kecacatan pada bayi-bayi saat lahir.

Sistem Kerjanya—mungkin nggak cuma di pertambangan soal keselamatan kerja yang nggak sesuai standar, perbedaan upah dan fasilitas antarpekerja, juga tenaga kerja asing.

Penjegalan media

Jadi setelah ada yang dicetak, koran-koran itu dilaporin dulu, dibawa buat dilihat beritanya—sama yang muliah pejabat dengan apapunlah itu nama jabatannya—lulus sensor nggak nih, aman nggak buat majikannya. Bahkan ada scene di mana wartawannya dikasih kabar hoax dan dipulangin ke ibu kota, dicegah teruslah wartawan ini untuk meliput.

Kebebasan Pers dan trik-trik kekuasaan lama

• Bu Sri, seorang wartawan senior yang disiram air keras.

Di waktu muda ia mencoba mengungkap kasus ini tapi ya gitu, beritanya nggak diterbitin dan orangnya dipersekusi. Merasa nggak asing dengan kejadian yang menimpa Ibu Sri? 👀

Pengusiran penduduk dari tanah yang sudah ditinggali oleh generasi ke generasi. Dalihnya gini, kesel banget deh!

"Pulau ini akan maju. Ekonomi meroket. Lapangan kerja untuk Bapak-bapak, Ibu-ibu akan melimpah. Penduduk bisa bekerja dengan penghasilan lebih baik. Listrik akan 24 jam. Fasilitas kesehatan. Sekolah hingga SMA akan dibangun. Semua infrastuktur akan tersedia."
" Semua tanah adalah milik negara. Termasuk gunung di atas sana. Maka negara tentu berhak memberikan tanah itu  ke pihak lain, demi kepentingan bersama. Tambang emas ini akan membawa kemajuan, tidak hanya untuk pulau ini, tapi juga seluruh provinsi, seluruh negara. Pajak-pajak. Royalti tambang."

Di sinilah salah satu bagian favorit gue, di mana masih ada penduduk yang mencerahkan orang-orang kampungnya dengan kritis memberikan pernyataan dan pertanyaan.

• Keputusan Komite

Ada 7 hakim gtu di sidang ini, yang orang-orangnya itu kedua pihak—penggugat dan tergugat yang milih yang dinilai bisalah netral, subjektif, dan berintegritas tinggi. Singkat cerita, karena klo mau panjang loe silakan baca sendiri hehehe, mereka minta waktu 2 hari untuk memutuskan setelah rangkaian sidang.

Nah ini, ini nih, yang mengingatkan gue sama keputusan setelah makan siangnya MK—loe harus nonton Dirty Vote buat paham maksud gue. Bisa-bisanya jadi 6 vs 1, yang awalnya para aktivis ini gambling semoga bisa 4 karena terlihat 3 orang dari 7 ini mengerti soal lingkungan. Ternyata kalah telak! Merinding cuy, Dirty Vote banget!! Tapi di novel ini diceritain kok, kenapa bisa begitu. Nggak persis sama kayak dokumenter itu.

• Rumah Geudong

Ini yang bener-bener gue minta maaf banget, gue baru tahu. Sejarah kelam kejahatan pelanggaran HAM di Indonesia. Silakan loe cari sendiri, karena gue pun begitu. Dan gue merasa terenyu juga tercengang dengan fakta kalo bangunannya itu udah dihancurin, cuma disisaiin sumur dan tangganya aja. Alasannya biar nggak ada dendam masa lalu dan menghilangkan trauma.

Menurut gue itu kurang bijak. Walaupun udah diakui negara, tapi nggak perlu dihilangkan ya kan, bangunannya... Part ini juga yang bikin gue jadi makin prihatin sama saudara-saudara kita yang hidup waktu itu. Yang nyawa kayak nggak ada harganya banget. Kok bisa, manusia semudah itu ngehilangin nyawa sesamanya!?

Pas Saksi Kunci, yaitu mantan anak buahnya Bacok—salah satu tokoh penting dalam cerita, mau dateng ke sidang pas perjalanan dibunuh, dibuat seolah-olah itu adalah kecelakaan.

Cantik sekali skenarionya—tersenyum getir. Baca sendiri dh ya, gue nggak sanggup nyeritain saking menurut gue itu perbuatan hina banget. Abis bagian ini tuh, kata mutiara terlontar semua. Gue paham—kita as reader dibuat memahami perasaan si tokoh yang udah dengan pede, siap, menunjukkan bukti terampuh nih. Eeh malah, yang terjadi semua di luar ekspektasinya. Kenapa juga sih, buktinya nggk diperbanyak dulu gtu, dicopy—lha baru kepikir 😏 namanya juga fiksi ya, biar menarik dikit.

• Dari anak buah Bacok ini gue dapet insight kayak nggak semuanya lho, ada lah satu-dua orang dalam suatu "kelompok jahat" yg masih ada potensi baik dan bisa dijadiin rekan nih utk mengungkap kebenaran. Kayak, waktu owner coffee shop disetting ketemu anak buah Bacok di chaosnya demo. Lagi-lagi, buat tahu lengkapnya silakan baca sendiri yaa..

Endingnya yang bkin geleng-geleng

Kayak yang, hmmm.. bisa banget nih, nyaingin drakor 😭😭Dan itu bagus banget sih, klo difilmin yaa.. endingnya maksud gue. Kayak, gokiiil banget dan tepat udah 👏👏

Gue minjem visualnya Seokjin dari BTS untuk adegan ini—di mana dia berjalan dengan pede dan keteguhan niat abis kontak-kontakan kan tuh, sama 2 aktivis. Sang tokoh masuk untuk bertemu presiden tanpa satu orangpun curiga sama apa yang dia bawa. Apa yang dia bawa? Coba ditebak!

Tentara vs Sipil

Lewat cerita ini, gue makin aware kalo emang ini sering banget terjadi. Rakyat vs Rakyat. Beberapa yang dimention di novel ini kayak pas Mayor Bacok ngancem Pak Kadus, tentara yang dapat tugas "mengamankan" tapi nyatanya mereka disuruh memiting yang seharusnya dilindungi, dan sejenisnya. Sesama kita yang diadu. Miris.



• Orang-orang yang jadi saksi yang kisahnya dimention di novel cuma segelintir dari yang nggak ketahuan menderitanya di negeri sendiri. Cuma segelintir dari banyaknya ahli yang nggak didengar omongannya. Ihh kok makin sedih 🤧 Belum lagi ditambah kisah-kisah para tokoh protagonisnya kayak kelompok penggugat ini. Sering banget praktik "pemenang pesanan atau titipan" terjadi, penggusuran tempat tinggal penduduk untuk dijadikan kawasan elit—entah yang memang legal atau ilegal.

Aktivis vs Oligarki

Itulah yang muncul di otak gue waktu udah memulai baca novel ini. Sangat tidak asing, bukan?! Tapi untungnya, di real life dengan kasus yang berbeda Si Aktivis yang menang 🥰


Terlalu Fakta untuk Genre Fiksi

Emang boleh, sefakta ini Bang Tere? Alur maju-mundurnya cakep banget, kalo loe suka nnton drakor berbau hukum nggak akan kecewa sih sama plotnya. Gimana apiknya Sang Penulis menyembunyikan nama tokoh hingga akhir cerita. Buat loe yg suka sama bacaan politik, mau tahu gimana politik berjalan di negara yang udah merdeka 78 tahun ini, atau mau selingan bacaan sejarah lewat novel, buku ini pilihan yang tepat! 

Btw, Bang Ter kasih warning buat yang mau baca better di atas 18 tahun yaa.. Hoiyaa, dan tentunya baca versi legal ygy, udh jor-joran lho itu diskon di tokonya Tere Liye. Masa masih aja baca yang bajakan dan pdf gratisan 🌚


⭐️ 5/5

Thank you for reading ^_^
Kalo menurut loe yang udah baca, gimana? Apa bagian favorit loe?

last but not least, satu lagi part favorit gue di novel ini

emang boleh, terlalu sefakta ini...


Komentar