Malaikat Penjaga oleh Natasha Bella Pratiwi

assalamu alaykum wa rohmatullahi wa barokaatuh :D 

Teman-teman, sama seperti tulisan aku sebelumnya, kali ini teman aku akan berbagi ceritanya. Teman seperjuangan waktu mondok. Kalo saudara Wais berbagi tentang benefit-nya mondok, yang ini beda. dia mau cerita salah satu scene dari perjalanan mondoknya. so, just check this out!



Anak adalah sebuah anugerah yang paling berharga dan amanah Allah yang harus dijaga seumur hidup. Mendidik, menyayangi, menjaga, dan membimbingnya adalah sebuah tanggung jawab yang sangat besar sebagai orang tua. Namun, anak juga sebuah tantangan bagi semua orang tua untuk membentuk karakternya agar menjadi manusia yang baik dan benar. Ia lahir dalam keadaan suci dan bersih ke dunia ini, menjaga kesuciannyalah tugas terberat bagi orang tua. Seorang anak merupakan kertas putih yang bersih dan masih kosong, orang tua bebas menorehkan tinta sesuai dengan keinginannya. Jika ingin anak yang baik, maka tuliskanlah dengan kata-kata yang baik. Sebaliknya, jika ingin anak yang kurang baik, maka tuliskanlah coretan abstrak yang tak di mengerti. Saya ingin berbagi kisah ini kepada kalian agar menjadi sebuah himbauan bagi kita ketika menjadi orang tua di masa depan kelak.


Semua kisah ini berawal ketika aku duduk di kelas 4 (1 Aliyyah) dan menjabat sebagai pengurus kamar (mudabiroh far’i). Saya memiliki 5 partner kerja yaitu : Ilfa, Hamdah, Oliv, Silva, dan Syifa. Kami memiliki kurang lebih 40 anggota dalam satu kamar. Kesulitan dalam mengurus anggota sebanyak itu merupakan suatu tantangan bagi kami, ditambah kami juga memiliki perbedaan karakter satu sama lain, sehingga perbedaan pendapat pun sering terjadi di antara kami. Namun, hal itu tidak membuat kami runtuh dan menyerah. Kami berusaha untuk terus belajar memahami perbedaan yang ada dan bersatu-padu mendidik anggota kami. 

Masalah pun silih berganti datang, salah satu dari anggota kami memiliki kepribadian yang unik dan tidak mudah dimengerti, ia sering sekali membuat masalah dan memiliki kesulitan mengurus dirinya sendiri. Semua hukuman dan teguran telah kami berikan kepadanya, tapi ia hanya dapat berjanji lalu mengulanginya lagi dan terus seperti itu. Kejenuhan pun menghampiri kami, akhirnya kami berikhtiar untuk memberi kabar kepada orang tuanya tentang keadaan anaknya di pondok ini. Tapi orang tuanya malah berkata,Dari dulu dia memang seperti itu, maka dari itu saya memasukan anak saya ke pesantren agar anak saya dapat berubah. Karena, ibunya tidak mau mengurusnya sebelum dia berubah.”


Sebuah jawaban yang membuatku terkejut dan tak habis pikir. Ada orang tua yang berpikir sesederhana itu. Setelah itu kami langsung mengkonfirmasi kepada si anak, Kamu kalo di rumah diurus sama siapa?”

Dia bilang,Aku diurus sama pembantu, mamah-papah aku kerja berangkatnya pagi, pulangnya malem banget. Dari dulu mamahku sibuk sama pekerjaannya, aku gak pernah diurus sama mamah aku.”


Terenyu aku mendapati fakta ini. Hikmah yang kita dapat ambil dari kisah saudara kita satu ini adalah bahwa anak sangat membutuhkan kasih sayang dan perhatian dari orang tuanya bukan dari orang lain. Dan hal ini sangat penting bagi pembentukan pola pikir dan karakter seorang anak. Apalagi ibu, ibu adalah sekolah pertama bagi anak. 

Semoga kita mampu menjadi orang tua yang amanah dan mampu mencetak kader islam dengan baik, bukan hanya sibuk dengan pekerjaan duniawi hingga membuat tanggung jawab kita sebagai orang tua terbengkalai. Aamiin ya rabbal ‘alamin.


Komentar