gambar kover e-book edisi unedited
Novel ini biasa dipanggil Si Merah, karena kover buku fisiknya warna merah. Gue baca versi e-booknya nih, tapi jalur legal. Kami (Bukan) Jongos Berdasi merupakan buku kedua dari novel seri Kami (Bukan). Tapi loe tetep bisa nikmatin walau bacanya gak berurutan, kata penulisnya. Gue kayak gitu. Jadi, setelah baca yang pertama tuh, Si Kuning alias Kami (Bukan) Sarjana Kertas, gue lanjut ke buku ketiga Si Biru alias Kami (Bukan) Generasi Bac*t. Dan it worked.
Di buku kedua ini para tokohnya pasti masih Genk Ogi tapi poros utamanya bukan lagi Ogi, Si Botak yang jalan hidupnya berubah drastis saat mutusin tersesat di jalan yang benar wkwk. Setelah lulus kuliah, Genk Ogi termasuk Dosen Lira yang ahli rekayasa genetika hewan harus menghadapi tikus-tikus di dunia nyata yang lebih gempar menggelegar dari 'insiden kelas tikus' dan juga menghadapi diri mereka sendiri di panggung karier. Ada yang mengikuti passionnya hingga menemukan teman hidup, ada yang mengubur impiannya, ragu untuk melangkah, sampai serabutan ambil kerja apapun buat kelanjutan pendidikan S2nya.
Buat gue ceritanya berasa real banget, relate gtu ama kita nih, orang-orang di usia 20an awal. Kalo kata bang Khairen sang author, riset adalah koentji. Tiap tokoh punya konfliknya sendiri. Dan yang paling berkesan di cerita kali ini buat gue bagiannya Sania dan Juwisa. Randi juga. Gimana berhasilnya penulis bikin pembaca tuh, ngerasain perasaan ketidak-adilannya dunia buat si ubin masjid—asli sih, gue mau protes ama penulisnya, tapi yaudahla mari kita nikmati sajian jalan ceritanya-. Gemes sama tingkahnya Sania dan Randi. Gala, Arko, Ogi, Bu Lira, Kath dan karakter baru, Puti juga gak kalah menarik, sih. Kombinasi yang ciamik deh, karena kan gak semuanya harus jadi pemain sentral. Yang gak kalah berkesan juga adalah gimana para tokoh ini menemukan solving atas masalahnya. Gak terasa dibuat-buat. Dan kadang bikin mind blowing. huehehe. Keren, deh!
So, Kami (Bukan) Jongos Berdasi worth it buat masuk reading list kamu, nih! Buat yang belum pernah baca, selamat berkenalan dengan frasa "wash wesh wosh.." 😂 Bacanya versi legal ya, baik buku fisik maupun ebook. Bye 👋
Di buku kedua ini para tokohnya pasti masih Genk Ogi tapi poros utamanya bukan lagi Ogi, Si Botak yang jalan hidupnya berubah drastis saat mutusin tersesat di jalan yang benar wkwk. Setelah lulus kuliah, Genk Ogi termasuk Dosen Lira yang ahli rekayasa genetika hewan harus menghadapi tikus-tikus di dunia nyata yang lebih gempar menggelegar dari 'insiden kelas tikus' dan juga menghadapi diri mereka sendiri di panggung karier. Ada yang mengikuti passionnya hingga menemukan teman hidup, ada yang mengubur impiannya, ragu untuk melangkah, sampai serabutan ambil kerja apapun buat kelanjutan pendidikan S2nya.
Buat gue ceritanya berasa real banget, relate gtu ama kita nih, orang-orang di usia 20an awal. Kalo kata bang Khairen sang author, riset adalah koentji. Tiap tokoh punya konfliknya sendiri. Dan yang paling berkesan di cerita kali ini buat gue bagiannya Sania dan Juwisa. Randi juga. Gimana berhasilnya penulis bikin pembaca tuh, ngerasain perasaan ketidak-adilannya dunia buat si ubin masjid—asli sih, gue mau protes ama penulisnya, tapi yaudahla mari kita nikmati sajian jalan ceritanya-. Gemes sama tingkahnya Sania dan Randi. Gala, Arko, Ogi, Bu Lira, Kath dan karakter baru, Puti juga gak kalah menarik, sih. Kombinasi yang ciamik deh, karena kan gak semuanya harus jadi pemain sentral. Yang gak kalah berkesan juga adalah gimana para tokoh ini menemukan solving atas masalahnya. Gak terasa dibuat-buat. Dan kadang bikin mind blowing. huehehe. Keren, deh!
So, Kami (Bukan) Jongos Berdasi worth it buat masuk reading list kamu, nih! Buat yang belum pernah baca, selamat berkenalan dengan frasa "wash wesh wosh.." 😂 Bacanya versi legal ya, baik buku fisik maupun ebook. Bye 👋
Komentar
Posting Komentar