Salah satu cerita yang pernah tergores dalam sejarah hidup gue ....
Pengalaman ini terjadi waktu gue duduk di kelas 4 atau 1 SMA, tepatnya pas gue jadi pengurus kamar anak kelas satu alias santri baru. Orang bilang, ketika kita jadi far’un (pengurus kamar) kelas satu itu harus super perhatian dan bersikap lebih merangkul juga membimbing. Dan ini jadi challenge tersendiri buat gue karena gue termasuk orang yang enggak gampang deket sama orang, apalagi harus merangkul dan membimbing adek kelas yang apa-apa serba enggak betah-maklumlah butuh adaptasi- dan enggak boleh salah sikap depan mereka.
Berkat dorongan partner, akhirnya sedikit demi sedikit gue bisa merangkul beberapa anggota kamar walaupun belum 100%. Ketika itu ada salah satu anggota yang selalu bilang gini, “ukhti, ana nggak betah. Ana pengen kabur". Gue pikir itu cuma becandaan, karena mana ada orang mau kabur ngomong-ngomong sama orang, apalagi ke kakak pengurus kamarnya, langsung lagi-face to face-!
Akhirnya tepat hari Jumat ba’da dzuhur, peristiwa itu terjadi. Anak tersebut benar-benar kabur. Tanpa kita sadari dia nggak ada di kamar dari selesai sholat dzuhur. Sampai ada satu anggota yang ngabarin kita kalau temen dia udah kabur lewat belakang masjid sekitar 15 menit lalu. Gue yang waktu itu dalam keadaan tidur seketika langsung melek, tanpa aba-aba langsung ganti baju. Setelah ganti baju ternyata ustadz pun manggil kita dan langsung menyuruh kita mencari dia di sekitar BCI-perumahan di samping pondok-, karena dia kabur lewat belakang masjid.
Yang namanya komplek pasti muter-muter dong, dan enggak semudah itu dia bisa keluar dari komplek tersebut. Akhirnya kita mencari, satu partner gue mencari jalan menuju Cileungsi karena ditakutkan dia udah berhasil keluar dari jalur komplek dan gue sama partner satu lagi pergi keliling komplek.
Setelah muter-muter hampir 2 jam yang enggak membuahkan hasil, akhirnya kita berdua nyerah dan jalan pulang balik ke pondok. Pas jalan balik, tanpa kita sadari ternyata si anak udah ada dalam angkot yang udah siap untuk pergi. Untungnya temen gue liat. Dengan sigap kita menghentikan angkot tersebut dan membujuk dengan berbagai cara supaya si anak mau ikut sama kita.
Setelah lama bujuk-membujuk akhirnya si anak pun nurut sama kita tanpa berontak sama sekali. Penyebab keenggak-betahan dia sebenarnya sepele aja, adaptasi. Dimana semua temen-temen dia alami. Termasuk gue dulu. Dan adaptasi semua orang gak sama. Ada yang cepet dan ada yang butuh waktu lebih lama. Akhirnya di situ gue menyadari kalo sesuatu yang dianggap remeh bisa jadi sesutu yang besar jika didiemin aja atau tanpa tanggapan sama sekali.
Me,
Siti Fatmawati
Komentar
Posting Komentar