Sore ceria di bulan Ramadan. Waktunya bagi sang mentari pulang ke peristirahatannya. Dan waktu-waktu kayak gini, paling asyik untuk ber-mager ria di kamar. Di atas kasur ditemani novel-novel baru yang gue beli kemarin. Tapi me time gue yang paling perfecto itu harus delay karena satu orang ini. Orang yang meneror gue dengan curhatan lewat telepon dan chat-nya. Dari chat penting sampai nyampah doang. Udah dua minggu.
Kaki gue terus melangkah. Hingga sampailah gue di sebuah resto, tempat gue janjian ketemu sama sohib lama gue. Yang sejak semester 3 kita udah jarang jalan bareng lagi. Chat juga jarang. Maklum sibuk sama kegiatan masing-masing. Paling sesekali memberi komen di status. Sampai akhirnya di semester akhir ini, bisa ketemu juga. Gue mencermati satu-satu orang yang ada di dalam. Dan gue dapati cewek berkerudung pink peach di meja nomor 12. Dia yang gue cari.
"Assalamu alaykum, gimana kabar loe, Pat?" Dia berdiri menyambut gue dengan senyuman yang sama. Hangat. Seperti waktu perkenalan kita di kelas X.
"Wa alaykumus salam wa rohmatullah wa barokaatuh. Kok, loe yang kasih salam, kan gue yang datang? Hahaha. Gue baik, alhamdulillah. Loe sendiri gimana?" Gue menyambut tangan Aulia dan menempelkan pipi gue ke pipinya.
"Baik juga, alhamdulillah."
Kita duduk berseberangan dan memesan menu berbuka.
"Di chat loe bilang ada hal penting yang mau loe omongin ke gue. Apa, tuh?" Aulia memulai pembicaraan.
"Iya betul, Ul. It is important. Emergency."
"Emergency? Rumah sakit kali, ah!"
"Soalnya gara-gara orang ini, hidup gue gak tenang. Serasa diteror."
Aulia mengangkat satu alisnya.
"Tiap hari dia kalo gak nelepon, pasti chat. Coba loe bayangin!"
"Demen kali sama loe!" Aulia sekarang nyengir.
"Sepupu masa demen?!"
"Sepupu? Yusha maksudnya?"
Gue mengangguk menjawab pertanyaan Aulia.
"Kenapa emang dia? Baik-baik aja, kan? Gak sakit, gak kecelakaan? Kemarin gue masih liat dia ikutan rapat panitia. Barengan sama gue."
"Fisiknya emang baik-baik aja. Tapi enggak dengan hatinya."
"Hatinya? Kenapa hatinya? Sakit hati, baru ditolak cewek?" Tanya Aulia dengan nada bergurau.
"Ya kali, Ul. Move on-nya cepat amat. Baru juga udahan sama loe beberapa minggu."
"Terus?"
"Loe gak paham atau pura-pura gak paham?"
Gue mulai sebal dengan respon Aulia. Muka tanpa dosanya dia yang ngegambarin rasa acuh tak acuh ke kabar Yusha yang gue kasih. Gue pun memilih diam.
Aulia diam juga sejenak. Lalu membuka mulutnya.
"Jadi loe ngajak gue ketemu buat ngomongin soal gue dan Yusha? Bukan temu kangen?" Balasnya nanya balik gue sambil ngedip-ngedipin mata.
"Loe cacingan? Hahaha. Itu juga. Udah lama kan, kita gak bareng lagi kayak gini. Dulu pas SMA kita dekat banget."
"Haha. Iya, ngapa-ngapain tuh, bareng. Kemana-mana bareng. Sampai dateng bulan bareng!"
Gue dan Aulia tertawa beberapa saat. Mengenang masa lalu kita. Nostalgia. Dan resto tempat kita ketemu sekarang merupakan tempat makan favorit kita zaman SMA. Namanya Nizi. Nikmat Bergizi.
"Oke. Balik ke topik orang yang suka neror loe itu. Emang dia kenapa?"
"Dia masih belum bisa move on, Ul. Loe putusin dia gitu aja."
"Dia bilang gitu?"
Gue ngangguk. Karena Yusha bilangnya gitu.
"Hooo."
"Hooo? Jawaban macam apa itu?!"
"Hehe. Soal gue sama Yusha, ya?"
Pertanyaan Aulia menguji iman gue, "bodo, ah!"
Aulia tertawa liat ekspresi gue.
"Jangan ngambek dong, Fatma. Gue bakal jelasin ke loe. Lengkap. Tapi loe dulu, jelasin ke gue soal Ilham."
"Dia lanjutin studinya ke Turki." Gue jawab tanpa antusias sama sekali.
"Terus?"
Gue angkat bahu.
"Masih lanjut hubungan kalian?"
"Game over, kali." Gue nundukin pandangan.
"Udah kayak game, aja!"
"Gue belum kasih jawaban ke dia. Gue gak tahu."
"Kok gak tahu?"
"Dia bakal nerusin S2-nya di sana selama 2 tahun. Dia minta gue nunggu. Tapi di antara kita gak ada ikatan. Statusnya teman aja. Gak saling tukar kabar. Kalo mau tahu kabar masing-masing liat aja postingan di medsos. Stalking medsos dia. Ngapain, coba? Udah kayak fan girling. Nanti pasti bakal berasa ada part yang hilng dari hidup gue. Terus, kalo dia di sana ketemu cewek, suka terus jadian, gimana?"
"Ya ampun, Fatma. Pikiran loe nethink aja! Pantes, gak ada tempat buat postink." Katanya meledek gue.
"Aulia, omongannya gak diedit dulu!"
"Menurut gue, di baik kok, Pat. Dia gak pernah kan, selingkuh? Gak kasih kabar atau ngecewain loe dalam hal-hal serius?"
"Iya, sih." Jawab gue pelan.
"Loe tahu gak, sebelum dia ngomong ke loe, dia cerita dulu ke gue. Dia bilang, dia tuh, pengen bareng-bareng sama loe. Pengen bahagia. Makanya dia lepasin loe dulu. Buat ngejemput loe lewat jalan yang halal. Jalan yang Allah sukai." Jelas Aul.
"Iya sih, dia juga bilang gitu kemarin. Kalo studinya udah selesai dia mau ke rumah gue sama keluarganya."
"Ngapain?" Tanyanya menggoda.
"Daftar S3. Ya, buat lamaran dong, Aul."
"Nah, tuh loe udah tahu. Sekarang berarti itu tantangan buat loe, Pat. Loe bisa gak mengendalikan diri loe. Buat percaya sama Ilham dan nyingkirin semua pikiran negatif loe itu. Dia baik loh, ngajak loe dengan cara yang baik. Yang halal. Karena dia tahu, loe istimewa. Berpisah sementara untuk bersama kemudian. Hitung-hitung, memperbaiki dan memantaskan. Kan, laki-laki baik untuk perempuan baik." Ceramah Aulia panjang lebar. Males dengernya, tapi gue ngerasa omongan dia benar banget.
"Oke. Omongan loe gue save di otak gue. Dan sekarang back to you and Yusha."
"Eum.. Yusha, ya?"
"Bukan, Udin!"
"Haha." Aulia menghela napas panjang. Menu berbuka gue dan Aul datang.
"Iya, betul. Beberapa hari lalu gue putusin hubungan pacaran kita. Tapi bukan hubungan silaturahim antara gue dan dia, ya. Gue ngajak dia untuk ke level yang lebih asyik. Lebih seru. Level berkomitmen namanya. Gak mau ah, main-main doang, kayak anak SMP gitu. Gue udah banyak dosa, Pat. Masa mau ditambah lagi?"
Gue diam mencerna omongan dia.
"Lagi pula dalam agama kita kan, gak ada anjuran pacaran. Adanya menikah. Ta'aruf yang berujung pada pernikahan bukan kegalauan. Pacarannya abis nikah. Gue cuma minta buat dia dateng sama keluarganya buat lamar gue ke rumah. Kalo loe nanya ke gue sayang atau gak cinta ke dia. Gue juga gak tahu, Pat. Mungkin rasa itu ada. Tapi gue tahu, itu gak boleh. Belum halal."
"Ya, gue paham maksud loe. Dan gue juga jadi tahu, jawaban apa yang mesti gue kasih ke Ilham. Mudah-mudahan juga Yusha bisa ngerti ya, pas gue jelasin nanti." Senyuman mengembang di wajah gue.
"Iya. Aamiin. Hidup kita ini Pat, bisa diibaratkan kayak buku. Ada banyak bab. Dan gue pengen bab akhir perjalanan hidup gue khusnul khotimah. Semoga juga Allah mudahin niat baik kita ini. Allah bantu kita buat jaga hati. Dan senatiasa memperbaiki ibadah kita dan meraih ridho-Nya"
"Aamiin."
Adzan maghrib berkumandang, gue dan Aulia menyeruput minuman di depan kami. Bukber. Buka Berdua.
Komentar
Posting Komentar