Safira

Sang mentari bersinar cerah hari ini. Cerah banget tepatnya. Menghasilkan bulir-bulir peluh di kening gue. Tapi hal itu gak menyurutkan semangat gue buat terus mengayuh sepeda kesayangan menuju tempat tujuan. Gue lagi dalam perjalanan ke jalan Lembayung. Yang ada di kelurahan sebelah.

And then, gue sampai ke tempat tujuan gue. Tempat kakak antik gue tinggal, antik itu karena menurut gue dia unik. Dia manis juga baik. Dia pinter, perhatian, kreatif, pekerja keras, suka bantu orang dan juga jago gambar.
"Assalamu alaykum," salam gue depan pintu setelah markir kuda roda dua gue.
Dan keluarlah perempuan berdarah sunda itu menjawab salam gue. Masih sama. Senyumnya masih manis. Kulitnya masih kuning langsat. Tapi kayaknya sedikit nyoklat, ya. Pasti karena dia sering ikut acara organisasi, nih. Sering keluar rumah.

"Kakak gak pake kerudung?"
"Kan di rumah."
"Tapi kan ini di luar rumah." Kata gue iseng.
"Ya ampun kakak lupa." Katanya nyengir.
"Hehehe... aku becanda, kak."
"Tapi bener juga kan keliatan tuh ya, sama yang rumahnya di seberang. Sama yang lewat-lewat juga."

Ka Fira masuk ke dalam sebentar setelah mempersilahkan gue duduk di teras rumahnya. Gue duduk di atas permadani yang dipasang Kak Fira. Dengan satu meja di tengah. Oh iya. Gue belum kasir tahu ya, namanya. Nama lengkapnya Safira. Cantik kan? Kayak batu safir. Cantik. Bagus. Dia juga suka warna biru. Makanya pas ultahnya kemaren gue kasih dia kerudung warna biru. Sama bajunya biar gak bingung mix and match-nya. Supaya dia makin semangat pake kerudungnya. Ka Safir ini-hehehe.. gue seneng aja nyebut dia Ka Safir. Tapi dia gak suka, katanya kayak nama cowok-gue kenal dia waktu MOS SMP. Dia salah satu kakak OSISnya. Dia yang nolongin gue. Ngobatin gue karena luka jatuh. Gue masuk ke selokan karena antriannya gak berarturan pas minta tanda tangan Osis. Tapi karena jatuh itu gue beruntung. Kenapa? Karena tanda tangan OSIS gue langsung lengkap. Ka Safir ini yang mintain. Dan kalo loe mau tahu, anak-anak lain mah, kebingungan nyari-nyari kakak yang nama Safir. Jadi si kakak-kakak OSIS ini pake nama potongan dari nama lengkap mereka. Biar kayak game gitu. Sedangkan ka Safira, terkenal dengan nama fira. Semenjak itu gue kalo ketemu dia selalu negur dan kasih senyum. 

Dia juga yang jadi kakak pembimbing ekskul yang gue ikutin. KIR (Kelompok Ilmiah Remaja) dan Kelas Seni. Rumahnya ternyata gak terlalu jauh dari rumah gue. Gue awal-awal sering main ke rumahnya karena ekskul itu. Jadilah gue deket sama dia. Kebetulan juga dia anak tunggal.

"Na, nanti udahan belajar, kamu ajarin kakak lagi ya?"
"Iya ka." Jawab gue tersenyum.
Niat gue ke rumah ka Safir hari ini adalah untuk belajar matematika dalam rangka meraih nilai memuaskan.  Dan dari minggu kemaren Ka Safir minta gue ajarin dia ngaji. Gue kaget dan sempet il-feel juga. Masa Ka Safir yang notabene pinter dan lebih senior dari gue, gak bisa ngaji? Gue ngerasa aneh aja gitu ngajarin kakak kelas. Gak pede. Rada takut.

Setelah belajar ngajinya udahan Ka Safir cerita kalo dia sempat ngaji waktu kecil di masjid bareng temen-temen. Tapi cuma sampai lulus SD aja. Di SMP dia lebih sering ikut-ikut organisasi. Nyibukin diri gak mau di rumah karena merasa marah sama keputusan ortunya buat cerai. Tapi semenjak masuk kelas XI kemarin ka Safir punya niat buat jadi pribadi yang lebih baik. Pribadi yang bahagia. Dengan memperbaiki diri. Memperbaiki hubungannya sama Allah. Menutup aurat dengan baik. Belajar baca Al-qur'an yang benar. Dia ngerasa gue yang pas buat diminta.

Gitu ternyata. Gue pun mencoba mengubah mindset gue. Bahwa memang gak ada manusia sempurna kan, di dunia ini. Itulah kekurangan Ka Safir. Lagi pula Ka Safir baik sama gue, masa gue mau jahat ke dia gak mau ajarin gegara dia senior. Itung-itung berbagi ilmu. Nabung buat akhirat kan, ya..

Komentar