Main, yuk!

Jam dinding di ruang tengah menunjuk ke angka 8 dan 12. Jam delapan tepat. Gue memutar bola mata. Lalu melangkahkan kaki ke teras rumah dan duduk di sana. Hari ini gue libur kuliah. Dan tugas juga lagi gak ada. Alhamdulillah. Tumben banget, nih. Biasanya walau libur cuma 1 hari, dosen ada aja yang ngasih tugas. Tapi jadi berasa aneh juga sih, biasanya berkegiatan -entah kuliah, ngerjain tugas kelompok atau cuma maen sama temen-temen- sekarang gue di rumah tanpa tugas. Santai. Soalnya cucian baju udah di-handle ibu. Paling nanti sore gosok baju. Sekarang ibu lagi ke pasar.

"Kak Noni, lihat Hanan gak?" Tanya Tika, anak kelas 2 SD tetangga gue yang muncul dengan ekspresi muka lelah.
"Enggak. Emang kemana dia?"
"Lagi ngumpet."
"Tuh, Tika tahu, dia lagi ngumpet. Dicari, gih!"
"Itu dia masalahnya, kak Noni. Dicari ke mana-mana, dia gak ada!"
"Lha, gimana bisa itu?!"
"Kan tadi Tika jaga, terus Tika cari-cari. Tetep aja gak ada."
"Di rumahnya kali, dia pulang."
"Nih, Tika abis dari rumah dia."
Kemudian dateng beberapa anak lagi temennya si Tika. Yang juga masih tetangga gue.
"Lha, nih bocah pada ngapain ke sini?"
"Kak Noni, kan tadi kita main berempat. Tika, Davi, Diva, sama Hanan. Terus Tika jaga. Mereka pada ngumpet. Tika cariin. Ketemu nih, tapi cuma Davi sama Diva aja. Hanannya gak ketemu. Tadi juga nih, berdua pada bantuin cari." Cerita si Tika panjang lebar kali tinggi. Yang didukung anggukan dari Davi dan Diva.
"Iya, kemana kali dia?! Dicari-cari gak ada." Kata Davi.
"Jangan-jangan dia ........." ujar Diva dramatis.
"Jangan-jangan apa?" Tanya gue penasaran sama ujung kalimat sangkaan bocah satu ini.
"Dia diculik. Jangan-jangan Hanan diculik kak Noni, Tika, Davi!"

Gue ketawa denger ucapan anak ini. Bukannya gak mungkin, ya. Tapi gak make sense aja. Siang-siang nyulik anak orang, di daerah yang padat penduduk gini. Yang satu sama lain pada saling kenal.

"Hus! Kamu kalo ngomong itu yang baik-baik. Klo beneran gimana?" Gue nakut-nakutin.
"Ntar dia disekap sama penculiknya, terus orang tuanya ditelpon." Jawab Diva polos. Sinetron banget ya, jawaban dia. Ketahuan nih, anak korban sinetron.
"Kasian kak, ntar dia lapar, disiksa. Ha...!" Davi menaruh kedua telapak tangan di mulutnya.
"Ah, tapi biarin aja. Kan, Hanan ngeselin!"
Kaget juga gue denger yang terakhir. Kocak. Gimana dong, ya? Bocah malah pada ngumpul depan rumah gue.
"Kita cari, yuk!" Ajak gue.

Pas kita sampai di ujung gang-kebetulan rumah gue dan bocah-bocah ini bertempat di satu gang yang sama- bocah yang kita cari-cari muncul. Anak dengan rambut keriting sambil bawa mainan lilin-lilinan yang bisa dibentuk-bentuk.

"Hanan, kamu dari mana? Kita pada cari-cariin kamu!" Tika langsung angkat suara. 
"Tadi aku pas mau ngumpet, lihat ada abang-abang yang jual ini." Hanan menunjuk mainan lilinannya.
"Tapi kan, kita lagi main." Sahut yang lain mendukung Tika. 

Beberapa saat mata Hanan mulai berkaca.
"Hanan tadi inget gak, lagi main sama teman-teman?" Tanya gue berusaha memetakan masalah.
Pertanyaan gue dijawab anggukan sama Hanan.
"Terus?"
"Aku pengen beli ini, kak."
"Kenapa gak bilang dulu sama temen-temennya?"
"Aku lupa. Tadi pas lihat ini, aku langsung ikutin abangnya." Air matanya mulai keluar. Bikin gue jadi ikut mellow.
"Hanan tahu gak, temen-temen pada cariin Hanan. Sampai ke rumah Hanan, ke warung-warung."
Bocah keriting itu menggeleng.
"Yaudah, kan udah kak Noni kasih tahu. Jadi, sekarang kamu tahu."
Bocah-bocah kecil itu pada diem. Mereka nunggu eksekusi gue, nih.
"Kalo Hanan udah tahu, berarti sekarang mesti ngapain?"
Hanan terdiam.
"Ayo, kamu mesti ngapain kalo salah?" Davi angkat suara.
"Minta maaf." Jawab Hanan lirih.
"Yaudah. Kamu minta maaf, gih." Kata gue.
"Maafin aku ya, kak."
"Masa, minta maafnya ke kak Noni, kan yang cari-cari dia kita, ya?" Celetuk Tika.
Gue ketawa dalam hati.
"Iya, Hanan minta maafnya ke Tika, Davi, sama Diva. Gak usah takut. Dimaafin kan, temen-temen, ya?"
"Iya, kamu. Udah gak usah nangis." Ka Davi sembari mengulurkan tangannya.
"Aku maafin, tapi jangan diulangin, ya."
Lalu Hanan mengayunkan tangannya ke arah Diva dan Tika.
"Gitu dong, pada baikan. Kalo main harus jujur. Harus kasih tahu temennya kalo mau pergi sebentar. Harus ......"
"Harus asyik, kak." Celetuk salah satu mereka ngelanjutin ucapan gue.
"Harus seru."
"Udah Hanan jangan nangis lagi. Gak apa-apa, kok. Kita udah maafin. Hapus air matanya. Gimana kalo kita sekarang main sama kak Noni?"

Gue terharu tuh, denger ucapan awal si Tika. Tapi pas yang terakhirnya itu, loh...
"Iya, ayo kak Noni kita main!"
"Main apa?"
"Main apa kek, sama kak Noni."
"Kak Noni sibuk." Jawab gue sok galak.
"Ayolah kak Noni. Satu jam, aja!" Tika memelas yang diikutin teman-temannya. Bikin gue jadi manusia tega rasanya kalo nolak permintaan mereka.

Oiya, gue keinget kalo gue masih punya permainan monopoli. Monopoli Nusantara namanya.
"Yok, ke rumah kak Noni!" Ajak gue yang disambut sorak senang mereka.

********

"Ini namanya Monopoli Nusantara. Kalian boleh beli nih, provinsi-provinsi yang ada di sini. Trus kalo dapet kartu merah itu artinya dapet hukuman. Klo kartu hijau itu tantangan atau pertanyaan. Karena kurang lengkap nih alatnya, kita pake bedak aja dulu, ya. Yang dapet hukuman atau gak bisa jawab pertanyaan mukanya dicoret, gimana?" Gue menjelaskan cara bermain dan minta persetujuan.
"Oke, bos!"
"Siap."
"Gaslah."

Permainan pun dimulai. Gue berperan sebagai pengawas. Biar permainan berjalan kondusif. Sesuai peraturan. Dan gak ada yang marah-marahan.

60 menit berlalu. Dan permainan selesai. Hasilnya muka-muka bocah lucu ini udah kayak donat sekarang. Pada putih. Hehehe. Bisa ditebak, kejahilan mereka suka muncul kalo mau nyoret muka temennya. Gue kebagian juga. Tapi gak sebanyak mereka. Alhamdulillah. Semua senang.

"Oke, adek-adek permainan kita sudah berakhir. Karena udah satu jam. Pertanyaan dan hukumannya juga udah habis."
"Yaaaa..." penonton kecewa. Gue ketawa-ketawa aja lihat tingkah mereka.
"Main lagi kak Noni." Pinta salah satu mereka.
"Besok lagilah. Kalian cari dulu tuh, jawaban yang benernya apa dari pertanyaan-pertanyaan tadi. Kan banyak yang salah jawab, tuh."
"Tadi kan, udah dijawab kak Noni."
"Iya. Tapi emang masih pada inget?"
Bocil-bocil (bocah kecil) ini nyengir ngejawab pertanyaan gue.
"Makanya inget-inget dulu. Biar besok mukanya gak cemong."
"Hahaha..." kita ketawa bareng-bareng sambil tengok-tengokan muka.
"Tapi besok main lagi ya, kak."
"Iya, Insya Allah."
"Awas aja, enggak!"
"Dih, ngancem. Songong!"
Si Tika nyengir. Gue juga nyengir.
"Abisnya bosen kak Noni, mainan gadget melulu. Lebih asyik juga main ginian. Ya gak, ya gak?" Kata si Tika yang di jawab anggukan antusias teman-temannya.
"Yaudah gih, pada pulang. Nanti kita main lagi. Kapan-kapan."
"Dih, kapan-kapan."
"Hahaha.."
"Kapan kak Noni?" Tanya Hanan sambil membereskan monopoli. Yang lain membereskan sisa bedak yang ada di lantai.
Gue berpikir sebentar.
"Minggu aja deh, insya Allah. Kan pada libur tuh, sekolahnya. Kak Noni juga libur kuliahnya."
"Oke siap, bos."

Bocah-bocah kecil itu bubar akhirnya ninggalin rumah gue setelah nyium tangan gue. Bener juga kata mereka bosen mainnya gadget mulu. Kasihan gue sama mereka. Masa kecilnya gak kayak gue sama temen-temen. Yang kalo mau maen, ya samper aja ke rumahnya. Belum ada gadget secanggih sekarang, sih. Tapi quality time mainnya berkualitas.

Komentar