Mata kuliah terakhir baru aja selesai. Gue dan temen-temen bersiap buat keluar kelas. Handphone gue berdering. Dari nomer yang gak terdaftar di kontak gue. Gue sentuh tombol hijau di layar.
"Ya, oke. Begitu, ya! Langsung jalan sekarang!" Perintah suara di seberang sana.
Gue pun dengan mau gak mau nurutin perintah tersebut. Karena suara di seberang sana tadi adalah milik Bu Helen. Dosen psikologi. Bukan jurusan gue sih, tapi beliau udah banyak bantu gue. So, why gue gak mau nolong dia? Yang bikin sedikit males tuh, bukan perintahnya. Tapi lokasinya.
Sekarang gue ada di Universitas Indonesia, Depok. Beliau minta gue buat ngejemput orang di Bandara Soekarno-Hatta, Tangerang. Emang ya, jarak tuh berat. Beliau bilang karena rumah gue lebih dekat ke bandara dan dia percaya gue.
Sebelum ke bandara menunaikan amanah Bu Hellen, gue mampir dulu ke rumah buat mandi dan sholat ashar. Karena jam kedatangan di pukul 17.30 dan dapat dipastikan gue akan buka puasa di sana. Setelah siap berangkat, gue pamit ke ibu dan langsung melaju bersama bapak sopir taksi.
Sampai di bandara, gue menuju terminal kedatangan. Sore itu banyak juga yang jemput. Gue perhatiin sekeliling. Mata gue menangkap ada sekelompok anak remaja gitu, bawa-bawa banner sama tulisan di kertas karton. Buat nyambut orang. Udah kayak bakal ada artis aja. Gue perhatiin tuh, nama di sana. As'ad Motawh. Kayak pernah denger. Itu kan, nama penyanyi asal Malaysia, bukan? Itu aja sih, yang gue tahu. Dan dia lebih muda dari gue. Udah. Lucu aja merhatiin fanbase gitu. Bikin ketawa-ketawa sendiri. Mereka dateng jauh-jauh, nyempetin waktu buat nyambut artis kesayangannya sambil diselingi chit-chat, nyanyi bareng dan gue gak tahu lagi.
Tapi senyum-senyum gue terhenti waktu gue sadar, gue belum tahu siapa yang gue jemput! Namanya gue gak tahu. Berapa orang. Dan jam yang bertengger di tangan gue udah menunjuk pukul 17.35 WIB. Berarti orang itu udah sampai! Bisa kena marah gue kalo gak ketemu. Mau nanya Bu Helen, gue takut. Gak nanya ntar gak ketemu. Gak ketemu, diomelin. Pasti bilang gini 'kenapa gak tanya?!' Huft.. Dengan keberanian diri yang gue berani-beraniin gue ambil handphone di kantong celana dan melihat layar. Ada pesan WA dari Bu Hellen!
'Oya, tadi ibu lupa gak sebut namanya. Namanya As'ad. Lengkapnya As'ad Ahmad Muhammad Motawh. Tulis aja di kertas AM.'
'Ibu sudah bilang yang jemput dia perempuan dan bawa kertas inisial nama dia.'
'Do ur best', tutupnya.
Dua perasaan sekaligus gue rasain saat itu. Pertama lega. Karena ketidaktahuan nama siapa yang gue jemput bukan salah gue. Kedua, kaget karena yang gue jemput itu adalah orang yang ditungguin kedatangannya sama kelompok anak remaja di sana. Oh, God!
Langsung gue bergegas ngeluarin buku catatan gue dan nulis inisial nama orang yang gue jemput pake spidol. Dan langsung ngantri di deretan penjemput. Gue menatap harap-harap cemas tapi mencoba santai ke arus orang-orang yang berdatangan. Sampai akhirnya seorang cowok yang tingginya sekitar 155 cm dengan jeans, kaos santai dilapisi jaket, rambut cepak-kerennya sih, pompadour- dan sneaker berwarna hitam list merah dateng ke hadapan gue. Dia buka sedikit kacamata hitam yang dia pakai.
"Nara?" Tanyanya dengan nada melayu.
Gue ngangguk dan membalas senyuman dia.
"Dah lama kau tunggu aku?"
"Lumayan."
Gue dan dia terdiam buat beberapa saat dan saling lempar senyum aja. Ini toh, yang ditungguin adek-adek di sana.
"Loe tahu, banyak yang nungguin loe?" Tanya gue yang dibalas ekspresi sedikit bingung. Oh god... "Kamu tahu, banyak orang tunggu kedatangan kamu?''
"Really?"
"Tuh, di sana," gue menunjuk anak-anak remaja yang pegang banner Asadnizer. Dia tersenyum.
"Why?" Gue naikin satu alis gue.
"Bagaimana mereka tahu?'"
Gue angkat bahu, "meneketehe. From ur sosmed?"
"Aiss.. ya Allah!" Dia menepuk jidat.
"Really?"
"Semalam aku ketik di twitter 'sampai jumpa esok Indonesia'. Tapi tadi pagi sudah kuhapus. Tak sangka aku mereka datang."
Ya.. salah loe juga, lagian di-update.. dalam hati gue komentar.
"So?" Tanya dia ke gue.
"Samperin. Hampiri mereka!"
Gue dan As'ad menghapiri Asadnizer yang udah menantikan si As'ad ini dateng. Dan bisa dipastikan mereka seneng banget. Malah ada yang histeris, nangis gitu. Okey, skip this one. Setelah beberapa menit menyapa penggemarnya, As'ad menghampiri gue yang beberapa langkah dari posisi dia. Dia minta gue buat melakukan sesuatu.
Adzan maghrib berkumandang, menandakan waktu berbuka puasa untuk daerah Jakarta dan sekitarnya. Seperti prediksi gue, gue buka puasa di bandara. Bareng-bareng orang yang gue jemput dan para penggemarnya ini. Di salah satu spot makan masakan Minang. Tadi As'ad minta gue buat pesen makanan. Gue sih, seneng aja, ditraktir ya kan, hehehe. Setelah membatalkan puasa, As'ad ngajak gue dan penggemarnya buat sholat maghrib terlebih dulu. Gue setuju. Soalnya biar gak ngantri di musholanya dan karena makanan pesenan kita juga belum jadi semua.
Setelah sholat kita makan bareng. Di meja yang panjang. Sengaja biar bisa berasa makan barengnya. Gue sih seneng-seneng aja. Selama As'ad-nya nyaman dan penggemarnya pun gak melakukan hal-hal yang menyebalkan, gue santai. Sambil makan, gue perhatiin muka-muka seneng khas remaja mereka ketemu penyanyi kesayangannya. Mereka asyik menikmati makanan mereka sambil sesekali ngobrol dan becanda sama As'ad. Sementara gue di ujung bangku yang posisinya seberangan sama As'ad asyik aja makan. Sambil sesekali ambil gambar mereka. Kali ada yang mau. Fotografer dadakan.
Makan pun selesai. Ditutup dengan foto bareng. Gue yang fotoin. Dan yang terakhir wefie, dengan gue paling depan.
"Asyik ya, kalian ketemu As'ad, foto bareng, ditraktir lagi!" Celetuk gue yang dibalas cengengesan mereka.
As'ad pesen ke mereka buat gak upload moment mereka itu, yang bisa bikin lebih banyak orang tahu dia lagi di Indonesia.
"Nanti aja kalian ambil dari akun ig-ku, ya."
Dan gue pun beraksi jadi manager dadakan,
"oke, karena As'ad masih ada perlu habis ini, sampai sini dulu ya, perjumpaannya."
Yang didukung senyuman dan anggukan dari As'ad, "See you guys, take care. Hati-hati pulang ke rumahnya!" As'ad melambaikan tangannya yang dibalas belasan lambaian tangan.
As'ad dan gue pun berlalu meninggalkan mereka. Setelah beberapa langkah, As'ad membuka mulutnya yang menahan langkah gue. "Wait. We have to wait!"
'"Siapa yang kau tunggu?'"
"My friend. We wait here." Dia ambil posisi duduk di salah satu bangku kedai kopi.
Gue ikut duduk. Beberapa detik kemudian, "aduuh.. duuh.." As'ad megangin perutnya. "Kenapa loe?"
"Sakit perutku."
Dan bergegas pergi ke arah toilet. Tapi baru beberapa langkah dia balik badan, "ini, pegang handphone-ku sambil membukakan sandinya." Lalu berlari ke toilet.
Makan apa sih, emang tadi tuh, anak? Gue inget-inget. Pas sampai tempat makan dia pesen sate padang. Pasti kepedesan dia, ckckck..
As'ad pun kembali dari toilet.
"Ada kabar dari temanku?"
Gue menggelengkan kepala dan kasih handpone-nya ke dia, "Aduh, sakit perut aku. Pedas sekali tadi satenya."
"Masa sih?"
"Hehehe.. sedikit sih, tidak banyak. Tapi tak apa lah, hari aku belum buang air. Lagipula rasanya sedap."
Gue dan As'ad pun tertawa, hahahahhaa.. ada hikmahnya, ya?
As'ad melihat pesan di smartphone-nya, "Na, kita sholat isya dulu. Jumpa kawanku di sana nanti."
"Okey."
Dan setelah sholat isya bener aja, gue ngedapetin dia lagi ngobrol sama seorang cowok. Yang tingginya gak jauhlah dari dia. Kayak kenal. Apa sok kenal gue, haha.. eh iya, kayak Harris J! Ha? Gak salah? Iya. Bener. Gak salah.
"Assalamu alaykum," sapa gue.
"Wa alaykumus salam wa rohmatullah," jawab mereka.
"Is he your friend that you waited for?"
As'ad mengangguk.
"Hello. I'm Harris."
Ya Allah, si Harris ngenalin diri ke gue! Hem.. Stay cool. "I'm Nara."
"Okey Nara, nice to know you."
"Nice to know you too." Balas gue sok inggris.
"So that, where we go now?" Tanya gue.
"Tarawih. We sholat tarawih firstly." Jawab Harris.
"Okey." Sahut gue dan As'ad.
Harris tadinya mau main ke rumah As'ad buat satu minggu. Tapi karena As'ad ke Indonesia, dia jadi ikut.
Satu jam kemudian gue mengantar dua foreigner ini ke rumah Bu Helen di kawasan Kemayoran. Setelah sampai di rumah bercat hijau telur asin itu, gue mengucap salam dan keluarlah sang ibu sarjana psikologi.
"Wa alaykumus salam. Alhamdulillah kalian sudah sampai dengan selamat." Sambut beliau dan mempersilahkan kami masuk.
"Ini temanmu As'ad yang kau ceritakan kemarin?"
Pertanyaan Bu Helen dijawab anggukan dan senyuman oleh As'ad, "betul, makci."
Harris pun memperkenalkan diri, " I'm Harris, mam." Seutas senyum tersungging di wajahnya.
30 menit berlalu di ruang tamu Bu Helen. Gue pamit pulang. Tapi Bu Helen menahan dan nyuruh gue nginep. Katanya udah malem.
"Enggak usah bu, saya pulang aja. Ngerepotin."
"Bentar lagi jam 11. Gak baik anak perempuan pulang sendirian. Udah nginep aja!"
"Tapi saya gak bawa salinan bu."
"Ada baju ibu."
Gue rada kaget dengernya. Baju ibu?!
"Baju ibu waktu masih kuliah." Sambungnya. Pas gue mau buka mulut lagi, "apa, alesan apa lagi?"
Gue senyum aja, "telpon ibu dulu, bu. Ijin." Jelas gue.
Positif malam ini gue nginep di rumah dosen asyik ini. Kenapa asyik? Karena Bu Helen orang yang memaklumi dan paling ngerti tipe-tipe anak seusia kita. Mungkin karena beliau psikolog. Gue pun langsung ambil posisi menuju dreamland setelah Bu Helen menunjukkan kamar buat gue tidur. Sementara As'ad, Harris dan Bu Helen masih terjaga di ruang tamu.
*****
Sahur... sahur..
Suara-suara nyaring dari luar mengusir gue dari alam mimpi. Gue dalam posisi duduk setengah sadar. Tiba-tiba ada ketokan dari arah jendela. Berisik dan bikin kaget. Gue langsung tersadar kesal dan pergi keluar kamar. Gue lihat Bu Helen lagi nyiapin makanan sahur.
"Baru ibu mau bangunin kamu. Eh, udah keluar aja."
"Ibu tinggal sendirian?"
"Iya, suami udah meninggal dan anak-anak ibu kuliah di luar. Satu di Turki dan satu lagi di Malaysia."
Gue tersenyum setengah hati gak enak. Kan maksud gue nanyain As'ad sama Harris.
Saat gue mau buka mulut dan nanya, kedua orang itu datang.
"Assalamu alaykum, makci."
"Wa alaykumus salam," jawab Bu Helen. Keduanya duduk ambil posisi di meja makan setelah mencium tangan Bu Hellen.
"It was cool, makci. Bangunkan orang tuk sahur. Seronok... seronok.. persis seperti yang makci kate." Cerita As'ad excited.
"Seronok?"
"Asyik maksud dia, Nara." Bu Helen menjawab pertanyaan gue.
Ho iya iya.. gue jadi inget dialog salah satu kartun asal Malaysia, 'betul.. betul.. betul!'
"Ha... tadi pasti kamu ya, yang ketok-ketok jendela kamar saya?!" Hipotesis gue sambil menyempitkan mata ke arah As'ad
Dia nyengir lalu menengok ke arah Harris. Dan keduanya tertawa.
"Kami kan sayang, jadi kami tak ingin kau telat bangun."
"Alesan aja!"
Kita berempat makan sahur. Dan setelahnya gue bantu Bu Helen beres-beres dapur dan nyuci piring. Gak lama adzan subuh berkumandang. Dan kita pergi ke masjid untuk sholat berjama'ah.
"Kalian istirahat aja lagi. Nanti dibangunin, I will awake you." Kata Bu Helen sepulang sholat.
Harris dan As'ad langsung masuk ke kamar yang sama. Dan gue pun karena rasa kantuk yang gak bisa dilawan ini langsung ngerasa merdeka denger omongan Bu Helen tadi. Hahaha..
Jam dinding sekarang sudah menunjuk ke arah 08.00 WIB. Setelah semuanya beres -Bu Helen, As'ad dan Harris termasuk gue juga udah pada rapi-dan siap buat berangkat, gue pamit ke Bu Helen.
"Kamu mau kemana?"
"Mau pulang bu, terus ke kampus."
"Jangan pulang, kamu langsung aja temenin mereka ini!"
"Hari ini saya satu mat-kul aja kok, bu."
"Iya, saya tahu. Pak Sami, kan? Beliau gak masuk hari ini. Ada urusan keluarga. Tapi beliau kasih tugas. Dan saya diminta buat menyampaikan." Senyumnya penuh kemenangan sambil natap gue.
Gue paham arti tatapan itu. Bu Helen pun masuk ke dalam mobilnya. Yang diikuti As'ad dan Harris. "Hey, Nara. Come on!" Kata Harris nyuruh gue masuk.
Kita berangkat menuju UI. Nganter Bu Helen ternyata. Soalnya, setelah Bu Helen turun Harris yang gantiin duduk di kursi pengemudi. Gue kaget sedikit. Gue tahu Harris bisa nyetir. Tapi emang dia tahu jalan-jalan Jakarta?
Seakan tahu apa yang gue pikirin, Bu Helen berdiri di kaca samping gue.
"Kamu orang Jakarta, kan? Kasih unjuk Harris jalannya. Awas aja nyasar!" Kata Bu Helen sambil menyodorkan tangannya untuk disalami. Kita bertiga pun mencium tangan Bu Helen.
Setelah beberapa meter melaju, Harris berhenti. "Where we go?"
Saling tengok-tengokan deh, kita. "Meneketehe.."
Harris dan As'ad kompak pasang muka aneh denger jawaban gue.
"I don't know where we going. Mrs Helen didn't say anything about our journey today. Just said that I have to accompany you."
"Okey. Kita sekarang butuh informasi mengenai tempat di Jakarta." As'ad angkat suara.
"Tempat apa? Ya, kan banyak. Ada tempat wisata, tempat belanja, tempat makan....."
"Tempat yang bisa buat kita tahu jalan-jalan Jakarta." Potong As'ad sekaligus menjawab pertanyaan gue.
"Buka aja internet."
"Internet is not cool. it is small. We need like... eum... map! Yeah, we need Jakarta map." Sekarang Harris angkat suara.
"Duh, mana gue tahu?"
"Makci Helen kate kau tahu tempatnya. Dia cakap kau suka pergi ke library."
Gue tahu sekarang tempat yang dimaksud Bu Helen dan kemana kita mesti menuju.
Gue pun mengomando Harris buat bawa kita ke Perpustakaan Nasional Republik Indonesia berada. Di jam 10.00 jalan lagi ramai-ramainya dan sampailah kita di posisi lalu lintas padat alias macet.
"Tak ade jalan lain kah?"
"It is so crowded and there is no move." Tambah Harris setelah 5 menit dalam kemacetan panjang.
Ya, mana gue tahu kalau jam segini di sini macetnya kayak gini. Gue cuma senyum dua jari nanggepin ucapan mereka berdua. As'ad berinisiatif menyambungkan kabel USB ke handphone-nya. Dan mulailah instrumen lagu 'salam alaykum' terdengar. Harris mengeluarkan handphone-nya dan memencet tombol rekam.
'I just wanna spread love and peace and all of my happiness yeah.. to every one that I meet cause I'm feeling spectaculer
I love it when we love one another
Give thanks everyday for this life
Living with a smile on our face..
Assalamu alaykum.. alayku.. yeah 3x'
We sing along..
'spread peace on the earth everyday...'
Mobil pun melaju dan sampailah kita di tempat parkir Perpusnas. Waktu mau masuk ke pintu utama perpus, As'ad menahan langkah kami. Dan menunjuk satu tempat. "What is that?"
"Itu lobi. Tapi mirip kayak museum gitu."
"Bolehlah tengok sekejap ke sana?" Pinta As'ad.
Harris juga pasang muka setuju. Ayo, deh..
Sebelum bangunan utama Perpustakaan Nasional Republik Indonesia, di depannya ada semacam bangunan kayak rumah yang berisi ruang-ruangan. Yang isinya pengetahuan-pengetahuan yang dilengkapi dengan lukisan bergerak. Jadi gak membosankan. Di tengah ruangnya juga ada replika kapal yang tengah berlayar lengkap dengan ombaknya. Di dekat pintu ada sofa untuk beristirahat.
"Wow.. it's cool!" komen As'ad.
Dan waktu balik mau masuk ke perpus, As'ad dan Harris terkesima lihat tinggi perpus yang masuk ke dalam perpustakaan tertinggi di dunia ini.
"Hey, guys.. we have to go!" Kata gue ngajak mereka ke dalam perpus terus naik lift.
"Kita ke lantai 6 dulu ya, sholat. Udah adzan."
Mereka mengangguk tanda setuju.
Selesai sholat, kita menuju lantai 16 tempat layanan koleksi foto, peta dan lukisan. Gue langsung menghubungi petugas perpus dan minta peta DKI Jakarta.
Petanya udah ada dan terbuka di hadapan Harris dan As'ad. Mereka berdiskusi kayak detektif sambil sesekali menaruh jarinya di peta. Gue ada beberapa langkah dari mereka menatap keluar jendela mandangin Jakarta. Masih ada pohonnya ternyata, nyempil-nyempil.. hehehe. Tuh, ada yang banyak di taman Monas. Sampai suara panggilan As'ad ngeberhentiin kegiatan gue itu. Dia manggil gue dan ngajak gue buat menyusun rute.
Gue mendekat. As'ad pun menjelaskan misinya. Gue ngedengerin penjelasan dia secara seksama. Serius maksudnya. Lalu, ngambil buku catatan dan pulpen dari tas imut gue. Dan mulai menulis rute perjalanan yang akan kita tempuh demi misinya As'ad.
"Banyak juga nama jalannya, ya. Jauh kah?" Komen As'ad.
"Ini karena ditulis aja nama-nama jalannya. Kalo kita telusuri mah, enggak kok. It's easy." Gue senyum ngasih semangat dan melempar tatap ke arah Harris yang dibalas senyum dan anggukan meyakinkan As'ad.
Waktu Indonesia Barat sekarang menunjukkan pukul 16.00. Sebelum menelurusi jalan-jalan yang udah disusun, kita mampir dulu ke Monas yang berada tepat di seberang perpusnas. Karena jam operasional museum di dalam Monas udah tutup, kita cuma main di tamannya aja. As'ad langsung memberikan handphone-nya ke gue dan mulai bergaya. Tapi gue gak langsung mau peka. Rese dikit, bolehkan?
"Apa ini maksudnya?" Kata gue sambil pasang muka tidak bersahabat.
"Tolonglah kau fotokan aku." Jawabnya dengan nada memelas dan ekspresi minta dikasihani.
Akhirnya gue ngangguk dan tersenyum. As'ad udah jago soal pose foto. Gak usah diajarin lagi. Dari mulai gaya menyentuh Monas sampai gaya jinny oh jinny yang tiduran menyamping dan sejumlah gaya yang dia sebut keren. Oiya Harris. Mana dia? Dia lagi sibuk nge-vlog. Emang ya, seleb. Sadar kalo dicariin, Harris pun mendekat dan ngajak kita masuk vlog-nya. Gue sih, senyum-senyum aja, numpang lewat. Kapan lagi masuk video artis ya, kan? Ditutup sama cover lagu Harris feat As'ad. Dan yeah, wefie bertiga. Berempat deh, sama tugu Monas.
*****
Sekarang kita udah ada di rumah makan di kawasan Grogol, Jakarta Barat. Karena waktu sudah menujukkan pukul 17.00, bersiap untuk buka puasa. Pas masuk, ada orang yang manggil nama gue. Dia berada di antara temen-temennya. Dan temen-temen gue. Ternyata mereka adalah temen-temen SD gue. Bukber.
"Kok gue gak diajak?" Tanya gue pas menghampiri mereka.
"Gue lupa, maaf banget ya, gue lupa japri loe." Jelas cewek yang manggil gue tadi.
"Gimana, ya?!" Gue sok-sok-an mikir.
"Loe ikutan aja sini buka puasanya. Kebeneran kan, ketemu." Sahut temen di sebelahnya.
"Tahu, gak usah sok-sok-an mikir!" Diledekin gue.
"Pengen sih, cuma gue bareng tamu."
"Tamu, siapa?"
"Tuh, belakang gue."
"Loe sndirian juga." Temen cowok gue angkat suara.
Pas gue nengok, bener aja. "Lha, tuh bule kemana?!"
"Meneketehe." Pungkas temen itu.
Gue pun mencari dua foreigner itu di luar rumah makan. Haa.. tuh dia, si Harris lagi midioin. Si As'ad lagi ngoceh-ngoceh sama abang-abang. Abang ondel-ondel.
"Hei, what are you doing guys? Come on go to retaurant and book the food."
"Hang on, Nara." Kata Harris.
"Sekejaplah. Ni seronok, ni. Liat boneka raksasa. Bergerak-bergerak. Diiringi musik. Tuh wajahnya bikin gemas. Comelnye...." tambah As'ad.
Apa asyiknya, sih? Gue ngerasa gak excited aja liat pertunjukkan ondel-ondel. Buat gue gak keren. Emang di Malaysia gak ada yang kayak gitu, Sad? Ucap gue dalam hati.
Sampai di rumah makan dan melewati temen-temen gue, mereka negur gue lagi.
"Itu tamunya, Na?"
"He.. iya."
Pas gue nengok ke arah kiri ternyata ada guru gue pas SD. Gue pun cium tangan yang diikuti As'ad dan Harris.
"Iya temen-temen, Bu Neneng, Bu Endang, kenalin ini As'ad, yang ini Harris," kata gue memperkenalkan mereka.
"As'ad, Harris, they are my friends when I was Elementary School and this one, Bu Neneng and Bu Endang are my teacher."
"Hello, assalamu alaykum," sapa keduanya yang dijawab, "wa alaykumus salam."
"Nara, yang itu imut amat ih, cakep lagi.. gemes gue!" Salah satu temen gue nyeletuk. Yang dia maksud As'ad.
"Huush.. lebih senior kita." Jawab gue.
"Yang satu lagi juga cakep, bule. Hehehe.." biasa emang temen gue suka becanda begitu. Biar akrab aja.
"Eh, kayak pernah liat tahu, gue." Salah satu temen gue, Riri berujar.
"Penyanyi, bukan?"
"Iya, Harris J, ya?" Tambah Bu Neneng yang ternyata tahu.
"Anak ibu seneng nih, sama dia."
Harris menaikkan alisnya dan melempar pandangan ke arah gue, minta kasih tahu apa yang Bu Neneng bilang.
"Her daughter is one of your listener."
Mulut harris membentuk huruf O dan melempar senyum ke Bu Neneng.
"Sing a song, dong!" Pinta Nailil, temen SD gue yang lain. Temen-temen yang lain juga pada ngangguk tanda setuju.
Selagi Harris dan As'ad menghibur mereka gue ikut sama Windi pesen makanan. Pas gue balik mereka masih bercengkrama. Dan temen-temen gue juga akhirnya tahu kalo As'ad itu penyanyi. Ada tuh, salah satu temen gue yang minta mereka sambung ayat, baca surat sampai nyanyiin lagu daerah. Hahaha.. gue yang ngeliat itu ketawa-ketawa aja. Merekanya juga keliatan gak terganggu, kok. And then masuk beberapa menit sebelum adzan, salah satu temen gue berdiri ngingetin buat udahan bercandanya. Karena 5 menit lagi adzan. Lebih baik buat berdoa. Make a wish. Bukan wish sih.. tapi wishes.. karena di waktu menjelang berbuka puasa adalah waktu istijabah doa. Maqbul. Gak tertolak.
Abis membatalkan puasa kita sholat berjama'ah. Dilanjut makan bareng. Gue, As'ad dan Harris ikut gabung jadinya. Sehabis makan, guru gue pamit undur diri. Sebelumnya, beliau minta rekaman Harris buat say something ke anaknya yang sekarang mau masuk perguruan tinggi. Biar semangat.
Acara bukber sama temen-temen SD gue pun berakhir. Tapi ternyata mereka masih lanjut mau main. Si As'ad yang dari tadi nempel sama salah satu temen cowok gue, keliatan tuh, dari rona mukanya mau ikutan.
"Gue, kayaknya gak ikut deh, Wel."
Denger jawaban gue As'ad kecewa.
"Esok kau harus selesaikan misi kau As'ad. Dan kita kan ada acara sahur on the road. Siapa yang siapkan kalau kau tak ada?" Tanya gue ke As'ad yang berdiri di samping Welly.
"Betul juga, makci ini."
Gue ngangkat alis denger sapaan As'ad buat gue barusan.
"Kita orang sibuk ternyata, tak dapat ikut acara kak Welly ni. I'm sorry ka. Lain waktulah kita main bersama." Ujar As'ad ke Welly yang berakhir dengan tos di udara.
Sebelum melanjutkan perjalanan pulang ke rumah Bu Helen. Kita sholat isya dan terawih di salah satu masjid di Jakarta Selatan. Kita sempet tilawah Qur'an dulu. Malah Harris dan As'ad bacanya pake mic. Bagus juga tuh, ternyata suara As'ad kalo ngajii. Bagus banget.
*****
Sampai di rumah Bu Helen kita disambut sama suara ramai-ramai dari dalam. Di rumah ada beberapa anak seusia kita. Tiga orang tepatnya. Di hadapan mereka juga udah tersedia bahan-bahan buat bikin masakan.
"Wati, Angel, Ruli, yang ini Nara, Harris, As'ad." Bu Helen memperkenalkan.
Abis kenalan kita SKSD aja satu sama lain. Sok kenal sok deket. Biar gak canggung dan solid. Hehehe. Orang Indonesia pasti ceoet akrab.
"Tadi ibu kasih dua pilihan. Tidur dulu trus jam 1 bangun, motong-motong, langsung masak. Yang kedua, motong-motong dulu dilanjut tidur baru masak. Dan tiga orang ini memilih yang kedua." Jelas Bu Helen yang diiyakan dengan senyum dari Wati, Angel, juga Ruli.
"Oke deh bu, saya ke kamar, ya." Pamit gue setelah acara motong-motong selesai, lalu cium tangan Bu Helen. Udah ngantuk banget. Seharian gak ada pejam-pejamnya nih, mata. Tapi tangan gue ditahan.
"Eih Nara, jangan lupa bersih-bersih dulu."
"Iya bu, nanti saya sapuin kamarnya."
"Bersih-bersih badan maksud ibu. Mandi!" Nada suaranya ditekan.
Gue tersenyum, "iya, bu."
Untung tadi sempet mampir ke rumah ambil pakaian ganti. Maklum, rumah gue dari perpus dan Grogol gak jauh. Terus Wati dan Angel juga pamitan mau bobo. Mereka satu kamar sama gue. Sedangkan Harris sama As'ad mereka mau laporan dulu ke Bu Helen tentang hari ini. Dan si Ruli ikutan nimbrung di sana.
*****
Jam dinding di ruang tengah menunjukkan pukul 01.30 waktu Indonesia barat. Dan kegiatan kami berpusat di dapur sekarang ini. Setelah bergantian melakukan qiyamul lail, kami melaksanakan tugas masing-masing. Gue sama Wati bagian nyuci beras, masak nasi, ngerebus telor dan goreng kerupuk. Bu Helen dan Angel bagian masak-masak. Masak ayam rica-rica dan capcai. Ruli, As'ad sama Harris lagi sibuk ngelanjutin masang kotak nasi semalem. Target kita 100 kotak. Setelah masakan siap, the next step adalah estafet pengisian kotak nasi.
Di ujung ada Wati yang naroin nasi di dalam mangkok kecil. Ada 2 mangkok jadi bisa gantian. Disambung gue yang naroin nasi bentuk mangkok itu sama telor rebus. Di samping gue ada Angel yang siap buat naro ayam rica-rica dan capcai di kotak lainnya. Dilanjut As'ad yang masukkin sendok dan tisu dan menutup kotak. Ruli disampingnya yang masukkin kotak nasi ke plastik di tambah susu dan air mineral. Dan di ujung estafet ada Harris yang ngiket plastik dan masukkin kotak-kotak nasi itu ke mobil juga menghitungnya. Di bantu Bu Helen. Bu Helen ngebantuin semuanya sih, lebih tepatnya dan jadi pengawas lulus sensor.
Setelah semua kotak berjumlah 100 itu terisi dengan menu sahur dan rapi tersusun di mobil, kami semua bergegas masuk ke mobil yang dikemudikan Bu Helen dan melaju bersama menyusuri jalan-jalan ibu kota. Mobil berjalan santai karena kita sesekali berhenti. Gue, Wati, Angel, Ruli, As'ad dan Harris bergantian untuk memberikan makanan sahur. Buat orang-orang yang tidur atau duduk di kolong jembatan, pinggir jalan, yang lagi jaga malam, yang pada bangunin orang buat sahur. Kita juga datengin beberapa masjid. Ternyata masih banyak juga yang itikaf. Supir-supir truck, taksi dan bis yang kita temuin di jalan. Tukang-tukang bangunan. Sampai akhirnya di persimpangan lampu merah kita lihat ada segerombol anak-anak usia SD.
"Kita kasih ke mereka aja tante, sisa nasi kotaknya." Usul Angel.
Wati yang berinisiatif menghitung sisa nasi kotak angkat suara, "nasinya kesisa 20 lagi."
"Coba Ruli cek!" Pinta Bu Helen.
Yang diminta bergegas turun dan menghampiri anak-anak itu.
"Semuanya ada 11 orang, tan." Lapornya setelah kembali.
"Oke Harris, As'ad, bantu bawa dan bagikan. Nara tolong pisahkan 6!"
Ruli, Harris dan As'ad membagikan nasi kotak ke anak-anak tersebut. Mereka pun duduk ambil posisi untuk makan.
"Wii... asik, ada susunya." Celetuk salah satu mereka.
"Isinya ada ayam sama sayur. Wii.... enak banget nih, pasti!" Tambah yang lain.
"Yuk, kita makan!" Ajak yang lain.
"Eit.. jangan lupa berdoa dulu." Kata Ruli sambil mengangkat tangannya mengajak berdoa.
"Allahumma baarik lana fii maa rozaktanaa wa qinaa adzaban nar."
Gue yang bawa kotak nasi dibantu Wati datang. Bu Helen dan Angel yang berjalan di depan gue dan Wati udah ambil posisi buat makan. Sebelumnya As'ad dan Harris dibantu anak-anak itu udah masang koran sebagai alas. Ruli, Harris dan As'ad langsung senyum menyambut kotak nasi yang gue dan wati bawa.
"Karena cacing-cacing di perut udah minta jatah.." senandung Ruli.
Di tengah-tengah waktu makan yang diselingi canda gurau, tiba-tiba datang tiga orang laki-laki berbadan gempal dan berwajah sangar menghampiri kami.
"Udah ijin ini emang, makan di sini?" Salah satu dari mereka angkat suara.
Kita berenam saling lirik. Anak-anak itu terlihat kaget juga.
Bu Helen pun sebagai penanggung jawab kita berdiri dan mendekati ketiga orang itu, "Kita cuma mau ngajak makan sahur aja, kok."
"Ya, tapi emang udah ijin ngajak anak-anak ini makan?" Kata pria satu lagi yang berkepala botak dengan suara ditekan.
Tatap muka gue sama angel bertemu. Gue naikin alis dan angel menyunggingkan senyum ke sudut kiri. Sejak kapan perlu ijin?
Bu Helen kembali dan meminta Ruli untuk mengambil sisa makanan di mobil. Ruli pun kembali dengan tiga kotak nasi. Lalu menghampiri Bu Helen. Bu Helen membisikkan sesuatu ke Ruli dan menempelkan telapak tangannya ke telapak tangan Ruli.
"Iya, tante." Ruli mengangguk tanda mengerti.
Ruli pun berjalan ke arah tiga pria tadi. Yang sekarang ada di radius 2 meter dari tempat kami makan. Memberikan nasi dan uang yang tadi diberikan Bu Hellen. Terlihat tiga pria tadi mengucapkan beberapa kalimat ke Ruli. Karena jarak jadi tidak terdengar dari tempat kami. Mereka pun pergi setelah sebelumnya melempar tatap ke kami berenam dan anak-anak di hadapan kami ini.
Ruli pun balik dan meneruskan makan sahurnya yang bersambung.
"Em.. guys what is your daily activities?" Harris membuka topik pembicaraan yang membuat anak-anak itu senang sekaligus bingung. Seneng akhirnya kakak bule ini buka suara. Soalnya dari awal yang ngajakin mereka ngobrol cuma Ruli, As'ad sama Harris nyimak aja. Dan Bingung. Karena gak ngerti apa yang diucapin Harris.
"Activities.. activity.. aktivitas.." seru Wati memberikan clue.
"Eum.. dia nanyain aktifitas kita ya, ka? Ngapain aja sehari-hari?" Salah satu anak menebak dengan betul. Yang dijawab anggukan Wati dan Angel.
"Kegiatan sehari-hari kita ya...." anak laki-laki dengan gaya rambut ala Song Joong Ki menempetkan jari telunjuknya di hidung. Berlagak mikir.
"Ah, lama loe.." sergah anak disebelahnya. "Sehari-hari kita hidup di jalan begini, kak. Pada nyari duit. Tapi kita punya prinsip gak mau ngemis. Jadi nyari-nyari kerjaan. Bantuin di bengkel, nyuci mobil, tambel-tambel ban. Jualan cangcimen."
"Cangcimen... apa itu?" Tanya As'ad memotong.
"Kacang, ciki, permen." Jelas Bu Helen.
"Terus-terus-terus...." komando Angel.
"Jualan tisu, jualan apa aja deh, ka, yang halal."
"Tapinya kak, abang-abang preman yang tadi tuh, yang sok punya wilayah, sering banget maksain kita buat ngemis. Buat nyetor duit ke dia." Kata anak perempuan kecil berambut sebahu.
"Trus gimana tuh, pada setor?" Tanya gue.
"Kadang-kadang aja, kalo ketangkep dan gak bisa ngelak."
"Lebih sering mana?" Tanya Ruli
"Kabur. Hahaha.. kan anak-anaknya gak cuma kita aja."
"Terus kalian ini bersekolah atau tidak?" Giliran As'ad memberikan pertanyaan.
"Kalo formal gitu enggak, kak. Tapi kita sering tuh, ikut-ikut kelas kakak-kakak volunteer.. asik bisa kan, gue bahasa inggris?!" Kata anak yang berambut gaya Song Joong ki tadi yang disambut tawa teman-temannya.
"Kita mah seneng dan masih pengen belajar, ka.. cuma karena kodisinya sekarang gini.. jadi disyukuri aja dan tetep berusaha." Tutup anak laki-laki yang terlihat paling dewasa diantara yang lain.
"Ya dek, bagus. Semangat!!" Ujar Ruli yang diikuti kepalan tangan Wati, Angel, Bu Helen, gue, As'ad dan Harris.
Terus, gue yang duduk di sebelah Harris menjelaskan ke dia jawaban anak-anak tadi.
*****
Gak terasa kita pun udah kembali lagi di rumah Bu Helen dan bergegas melaksanakan sholat subuh berjama'ah. Selesai sholat subuh gue balik ke kamar. Merebahkan tubuh di antara Wati dan Angel. Baru beberapa detik mata gue terpejam, suara penyanyi asal Malaysia itu terdengar dari balik pintu.
"Nara... cekgu Nara... come on, we continue our journey...!
"Yeah.. come on, Nara." Timpal Harris.
Gue berdiri dan berjalan membuka pintu, "Ganggu saja kau ini. Memang sudah mandi?"
"Belum. Kami belum mandi. Karena kami tahu, kak Nara belum mandi."
Gue naikin alis tanda minta penjelasan.
"Cause some girls needs long time for preparing..." pungkas Harris.
Ya, gue paham maksud dia. Gue pun mandi dan bersiap ikut As'ad melanjutkan misi.
Gue duduk di bangku belakang setelah pamitan sama Bu Helen, Wati, Angel juga Ruli.
"Okey.. the first step is we going to Kebon Kacang Street." Kata gue bersemangat
"Siapa kate?"
"Kata aku baru aja As'ad..."
"Kita tuh, nak pergi kemane, cekgu Harris?"
"We wanna go to GBK"
"Gelora Bung karno..? What you wanna do man?" Kaget gue denger tujuan pergi kita pagi begini.
"Al-aqlu salim fiil jismi saliim." Jawab Harris pake syair bahasa arab yang artinya pikiran/akal yang sehat itu terdapat di dalam tubuh yang sehat.
"ya dah, terserah. Dia ini yang nyetir. Mending gue tidur, ngantuk." Gue nempelin kepala di jendela mobil yang sebelumnya udah gue lapisin pake bantal kecil bergambar Doraemon.
"Nara...." teriakan di depan muka gue itu bikin kaget dan bangun dari tidur.
Gue yang masih pengen tidur duduk tegak dan males buat buka mata. Rasanya gondok banget sama dua manusia ini. Kesel.
"Hei.. aka Nara. Kita nak jogging dulu.. ikut serta apa tak?"
Gumaman dari mulut gue adalah jawaban buat As'ad klo gue lebih memilih stay in the car. Dan kembali nempelin kepala di bantal Doraemon yang ada di atas bangku mobil.
Kira-kira setengah jam kemudian gue bangun dari tidur dan mencari toilet. Gak nyangka si Harris tahu jalan ke sini. Pas gue balik ke mobil dan coba buka pintunya. Terkunci. Yaa salam! Gue tempelin muka gue ke jendela mobil. Gue kaget liat dua manusia di dalam. Gantian mereka yang terlelap. Ngantuk kan, loe pada!? Gue ketok-ketok jendela mobilnya. Gue telpon nomer mereka, tetep gak ada pergerakan. Gue mutusin buat jalan-jalan sebentar. Sekitaran 25 menit. Gue balik lagi dan berdiri di depan mobil.
Gue liat jendela mobil kebuka. Gue samperin mereka. Kegerahann loe pada, ya.. apa engap? Ckckck.. Ide jahil gue pun muncul. Gue deketin ujung gantungan konci yang ada rumbai-rumbainya ke hidung As'ad. Hal itu berhasil bikin dia ngusap-ngusap hidung dan ganti posisi tidur jadi miring ke samping kanan. Wah, gak sadarkan diri nih, orang. Yah, namanya tidur. Gue pindah ke samping kaca Harris. Gue liat kunci mobilnya nyantol pada tempatnya, gue pencetin aja klakson mobilnya. Tin.. tin.. tin.. tin.. tin.. tin.. tin... tin... tin.. tin.. dan kali ini gue berhasil. Harris mulai sadarkan diri dan duduk tegak.
"Hey Nara. Where were you?"
"Where were you, where were you.. you both so cruel, let me stayed out side since 30 minutes ago."
"Really? When we came back, we didn't saw you here."
"Iya.. tdi gue ke toilet."
Harris langsung buka kunci pintu mobil. Habis gue masuk mobil si Harris balik lagi ke dreamland.
"Eiy.. Ris kok, bobo lagi?!"
Tak ada suara yang keluar dari mulutnya cuma pejaman mata sebagai jawaban.
Kasian juga sih, mereka. Kelihatan capek banget. Gue kasih estimasi waktu buat mereka 30 menit. Sementara gue mutusin buat ngerjain tugas kuliah. Manfaatin waktu.
Jam 08.00 tepat sekarang. Dan kita terjebak macet di jalan protokol Jakarta Timur.
"Eum.. padat kali jalan ni, aka. Tak de pergerakkan?! Sudah 5 menit."
"Ya, lagian tadi pake mampir. Jam segini tuh, waktunya orang-orang pergi bekerja. Jadi ya, begini deh."
Terlihat As'ad dan Harris bete. Ditambah beberapa kali mobil silih berganti membunyikan klaksonnya.
"Mereka mengajak kite bertengkar kah?"
"Maksudmu?"
"Di Malaysia membunyikan-bunyikan klakson macam tu seperti ingin bertengkar." Ceritanya
"Eum.. enggak, kok. Di sini itu hal yang lumrah. Normal, Sad."
"Macam tu..." tutup As'ad menghela napas panjang.
Gue berinisiatif nyolokin kabel USB ke hp gue dan mulai terdengar deh, suara si As'ad. Gue milih lagu senyum buat diputer. Biar pada senyum.
Biar kegelapan menghilang
Dan cahaya terus menerangi
Let me see you smile.. Let see you laugh... Let your worries go away and never come again
I wanna smile with you.. I wanna laugh with you
We never know all the good that as simple smile can do...
Yang di lanjut tawa dari kita bertiga. Ya, namanya juga penyanyi yah, ajak nyanyi aja.. hehehe. Tapi pas nengok ke arah kiri jendela ada adegan yang bikin senyum gue berkurang.
*****
Adzan dzuhur berkumandang. Kita menepi di salah satu masjid di pinggir jalan. Selesai sholat gue amati lagi daftar urutan jalan yang jadi rute kita. Gue belum pernah ke sana. Dan daerah yang dari tadi dilewatin juga asing. Ada seorang bapak berpakaian koko rapi khas Betawi. Coba deh, tanya beliau.
"Ini Kampung Betawi namenye, neng. Di sana masuk kawasan cagar budaye. Emang cari siape?" Kata bapak itu pas gue tanya.
"Sodara temen saya, pak."
"Eum.. iye iye. Dari sini elu lurus aje. Ada belokan elu belok aje ke kanan dua kali. Ntar ade gapura dah, masuk situ."
"Oke deh, pak. Makasih, ye.."
"Ye, same-same."
As'ad dan Harris yang baru keluar masjid nanya ke gue abis ngapain.
"Nih, abis nanya."
"Sudah dekatkah kita ke sana?"
Gue ngangguk dan ngajak mereka masuk mobil.
"Duuh siang-siang ni.. sedapnye minum orange juice.."
"Astaghfirullah al-adzim, As'ad..." gue dan Harris kompak. Harris walaupun gak ngerti secara utuh kalimatnya, tapi dia paham kalo udah sebut-sebut es jeruk, siang-siang gini.. pasti deh. Maksudnya dia mau minum.
"Astaghfirullah.. puasa ya..?!" Respon As'ad
Harris lalu mengemudikan mobil.
"Yooo.. ati-ati, dek!" teriak bapak yang tadi gue tanya pas mobil kita lewat depan dia.
"Iya, pak. Makasih. Assalamu alaykum."
"Wa alaykumus salam."
Kita masuk ke kampung cagar budaya setelah markir mobil di depan gapura tadi. Mobil gak boleh masuk. Tepatnya semua kendaraan sih, kecuali sepeda. Walaupun matahari terik siang itu tapi gak terlalu berasa karena di sini masih asri. Apa mulai asri. Intinya banyak pohon. Adem. Beberapa meter dari gapura, kita disambut sama kumpulan orang yang lagi rame-rame latihan main ondel-ondel. Dan bisa ditebak As'ad excited banget. Harris juga. Sedangkan gue duduk di pinggiran penonton. Biarkan mereka bahagia.
"Kamu dateng bareng dua anak itu, ya?" Suara tanya itu mengalihkan fokus gue. Yang gue jawab dengan anggukan dan senyum.
"Bapak warga sini?"
"Iye. Nama kamu siapa?"
"Nara, pak."
"Panggilnya engkong aje. Kong Olip Lengkapnya Abdul Tholib Muhammad As'ad. Nama dua anak laki-laki itu, siapa?"
"Yang pake baju putih itu rambutnya lurus, namanya As'ad. Yang pke hitam rambutnya keriting, Harris, kong."
"Iye deh, engkong pulang dulu, ye. Ntar klo nyariin dateng aje ke rumah, ye. Bilang aja kong Olip." Pamit kakek itu dan gue cium tangannya.
Yakin banget bakal dicari. Eh.. gue anggak bahu.
Selang beberapa menit Harris dan As'ad mengampiri gue. Harris posisi berdiri sambil mengabadikan moment di sekitar sini. Dan As'ad duduk di samping kiri gue.
"Macemane ini, perut minta diisi. May be I am hungry." Katanya sembari memegangi perutnya.
Sontak gue dan harris yang ngeliat dia pegangin perut membuka mulut kita kompak,
"As'ad...!"
"Hehehe.. today is so hot."
"As'ad..." Lagi-lagi gue dan Harris kompak.
"Itu fakta, kan? Hari ini panas. Hehehe.."
Gue cuma respon dengn bibir gaya Donald bebek. Sedangkan Harris mengalihkan fokusnya.
"Baiklah.. kite kemari nak cari atok Abdul Tholib Muhammad As'ad. Mirip kan, namanya denganku?" As'ad membuka pembicaraan.
"Apa? Coba ulangi!" Insting gue menyadari sesuatu..
"Abdul-Tholib-Muhammad-Asad."
"Hah..! Engkong tadi namenye Abdul Tholib Muhammad As'ad." Gue niruin gaya bicara kong Olip.
"Engkong?" Giliran Harris dan As'ad kompak.
"Engkong is mean grandpa. It is special calling for Betawi ethnic. Just time, there was the old man that talked to me. And his name is the name you mentioned. So he said, if you looking for him just come to his house."
"How?" As'ad naikin satu alisnya.
"Just ask to people."
And then, kita bertiga menyusuri jalan di kampung cagar budaya ini. Kampung yang letaknya di pinggiran kota Jakarta. Yang menyuguhkan potret berbeda ibu kota. Jauh dari macet dan keruwetan.
"Nara, yang itu bukan rumahnya? Rumah adat betawi warna cokelat dan hijau tosca di depannya ada boneka ondel-ondelnya." Seperti jawaban abang tukang es selendang mayang tadi. Suara As'ad memberhentikan langkah kami. Dengan nada gembira sekali saat menyebut ondel-ondel. Tapi untung aja dia ngeh. Jadi gak kelewat, deh.
Gue dan Harris berjalan di belakang As'ad. Suasana di teras rumah khas betawi itu sepi.
"Assalamu alaykum," sapa As'ad saat berada di ambang pintu
"Wa alaykumus salam wa rohmatullah." Seorang kakek yang tadi gue temui keluar dari dalam rumah itu.
Kita bertiga gantian salim mencium tangan kakek.
"Atok ini.. atok yang bername Abdul Tholib Muhammad As'ad, betulkah?"
"Bukan." Jawabnya singkat.
"Nara, bagaimana kamu ini. Die kate bukan."
"Engkong ini kong Olip kan, yang nama lengkapnya Abdul Tholib Muhammad As'ad?"
"Iye, itu gue."
"Tuh kan, betul!" Kata gue penuh kemenangan sambil menjulurkan lidah ke arah As'ad. Beberapa detik kemudian gue sadar,
"Lha, kong, kok pas ditanya dia bukan jawabnye?"
"Eh Nara ini tuh, Indonesia. Khususnye lagi Jakarta. Betawi. Jadi pake bahasa yang dipake di mari."
Asad naikin alisnya sambil melihat ke arah gue.
"Iya, bener. Ini atok yang kau cari. Tapi karena kau ni sekarang ade di Indonesia, jadi jangan panggil atok. Tapi panggilnya engkong." Kata gue ke As'ad.
"Eng-kong..."
"Engkong or kong.."
"Okey.. okey.." katanya mengerti.
"Udah paham..?" Kong Olip menghampiri kami lagi setelah ke dalam sebentar.
"Ye, udeh, kong." Jawab As'ad ngikutin kata yang gue bisikin ke dia.
Kong Olip mempersilahkan kita masuk ke rumahnya. Dan membawa kita duduk di bale belakang rumahnya. Di belakang rumah kong Olip, wiii... adem bener! Selain ada bale, ada juga kolam ikan dan banyak tanaman. Ada beberapa pohon jati dan rambutan, ada beberapa tabulampot alias tanaman buah dalam pot dan tanaman-tanaman hias.
"Elu emang tahu siape gue?" Tanya Kong Olip membuka pembicaraan saat kami sudah ambil posisi duduk di atas bale.
Gue melempar pandangan ke As'ad minta dia buat jawab.
"Atok ni.. eum maksudnya engkong ini adalah masih keluarga juga sama saya. Adik dari kakek saya. Jadi ibu minta saya untuk jemput kakek. Agar kita bisa berlebaran bersama."
Kong Olip tertawa. "Udah itu aja?"
"Iya." Jawab As'ad ditambah anggukan kepala. "Katanya kalo saya mau tahu lebih banyak tanya saja sendiri."
Kong Olip pun mulai becerita. Kakek 70 tahun ini adalah adik dari kakeknya As'ad. Lebih tepatnya adik angkat. Sewaktu kong Olip bersekolah di bangku SMA, beliau pernah ikut pertukaran siswa untuk memperkenalkan budaya Indonesia ke Jepang. Begitupun dengan kakeknya As'ad yang mewakili Malaysia. Karena berasal dari rumpun yang sama, mereka tinggal di kamar yang sama dan menjadi dekat. Lalu berselang satu tahun, kong Olip melanjutkan pendidikan di negeri jiran itu. Siapa sangka, kawan lawa itu bertemu lagi. Kali ini hubungan mereka jadi lebih akrab. Kong Olip tinggal di rumah kakek As'ad dan keluarga. Kakek As'ad juga suka main ke rumah kong Olip kalo berkunjung ke Indonesia. Setelah lulus kuliah mereka hanya bertukar kabar via surat dan beberapa kali via suara. Namun karena keduanya berganti nomer telepon, jadi putus kontak.
Kong Olip anak tunggal. Makanya, seneng banget pas bisa ketemu kakek As'ad berasa punya kakak.
"Kakak ketemu gede.."
"ckckck..." Kita ketawa denger pembawaan cerita engkong.
Abis kuliah itu engkong usaha kecil-kecilan. Tapi karena engkong anak satu-satunya jadi disuruh nerusin usaha kesenian yang diasuh orang tua. Engkong nurut. Sekalian ngejaga kelestariannya. Engkong punya istri satu, anak kandung satu. Kalo anak asuh mah, banyak. Istri engkong meninggal dua tahun yang lalu. Anak engkong juga meninggal pas dia umuran 17.
"Segede elu gini." Sambil menepuk pundak As'ad. "Dia sakit." Sambung Engkong.
"Eh tapi begimane ceritanye elu sampe mari?" Engkong penasaran.
"Lha, bukannye enkong udah tahu?" Tanya gue.
"Jawab dulu pertanyaan engkong!"
"Sad, bagaimana kisahnya kau dapat sampai ke sini?"
"Disuruh orang tuaku. Lebih tepatnya kakek. Nih. Dari kartu nama ini. Bukannya kong pernah ikut pentas budaya satu setengah tahun lalu dan berjumpa dengan kakek saya?" Jawab As'ad sambil menunjukkan kartu nama engkong. Yang menjadi clue untuk tercapainya misi As'ad. Nemuin Kong Olip.
"A... iya-iya kok gue lupa?!" Kong Olip menepuk jidat.
"Kita maklum kok, kong." Gue keceplosan.
"Ape elu kate?"
"Aa.. enggak kong, enggak papa." Gue nyengir. Tajem juga pendengarannya.
"Terus ayah punya kenalan dosen yang tinggal di Indonesia. Anaknya kuliah di Malaysia. Ayahku kan, juga dosen. Jadi tahu."
"Terus, engkong tadi kenapa tahu-tahu ngenalin diri dan bilang kalo nyari engkong bilang aja, kong Olip. Kayak tahu aje bakal dicariin?"
"Hahahaha... feeling aje. Tahu-tahu pengen ngenalin diri. Eh adzan tuh, kita ke mesjid yok! tutup kakek.
Dalam perjalanan ke mesjid Harris minta gue jelasin apa yang diomongin kong Olip tadi. Sementara kong Olip dan As'ad masih PDKT. Jalan duluan di depan kita.
Setelah sholat ashar dan membersihkan diri, kita JJS alias jalan-jalan sore. Dan berhenti di salah satu spot budaya. Di sana ada banyak anak-anak main lari-larian. Main mainan tradisional. Keceriaan mereka seakan menggambarkan gak tahu kalo sekarang ada gadget canggih. Di kampung ini emang dilarang buat anak-anak main gadget setelah ashar kecuali hari minggu. Ada juga yang latihan nari. Demo masak. Dan gue ngamatin dengan cantik dari salah satu bangku di sudut taman budaya ini.
Sampe akhirnya As'ad nyamperin gue.
"Hey, Nara ayolah, ikut gabung sini."
"Ngapain?"
"Masuk ke dalam ondel-ondel. Cobalah!"
"Gak mau, ah."
"Eiyh, apa coba yang buat kau tak mau? Memang sudah pernah coba?"
Gue menggeleng.
"Tuh, kan.. ayolah! Ini kan, kebudayaan negeri kau. Nanti saja kalo diakui negara lain marah. Yaaa.."
Pernyatan As'ad yang udah kayak duta kebudayaan sedikit mengusik gue.
"Memang kenapa, kau murung saja? Tak suka ondel-ondel?"
"Emang apa sih, yang buat kau begitu suka, excited dengan ondel-ondel?"
"Lucu aje, comel... macam kau.."
"Ih, rese As'ad. Masa gue disamain sama ondel-ondel!"
Gue lempar batu kecil yang ada dibwah bangku ke arah asad.
"Ah, tapi, kurasa bukan karena itu. Ada apa?"
"Sebel aja, Sad. Tadi gue liat aah..."
"Lihat apa?:
"Si Elga boncengan sama Mutia... aaa sebel!"
"Naik motor berdua maksudnya?"
"Iya..... segala diulang."
"Memangnya siapa dia? Your boyfriend or ur ex..."
"Boro-boro yang kedua, yang pertama aja belum.."
"Maksudnya?"
"Just friend, only friend." Lirih gue.
"Ya sudah, apa yang dipermasalahkan?"
Ih, As'ad rese ya, tapi bener juga kata dia. Gue kan, sama dia cuma temen gak lebih.
"Lagi pula setampan apa memang lelaki itu? Ada ku, ada Harris. Lebih baik nikmati kesempatan sekarang, Nara. Karena bisa jadi, kau tak bisa kembali ke sini atau bersama-sama lagi dengan ku dan Harris. The cool guy.." katanya sambil naikin alis.
Kata-kata As'ad bikin gue mikir dan senyum.
Disini ada ku bukankah aku temanmu
yang kuingin hanyalah senyumanmu
Biar kegelapan menghilang
Dan cahaya terus menerangi
let me see you smile
let me see you laugh
let your worries go away and never come again
I wanna smile with you
I wanna laugh with you
we never know all the good
that as simple smile can do...
As'ad nyanyiin lagunya.
Gue jalan di belakang As'ad ke arah orang-orang yang lagi nonton dan latihan buat pentas. Dapet kesempatan nih, buat ada di dalam ondel-ondel. Rasanya, pertama aneh dan kaku. Tapi beberapa detik kemudian gue coba enjoy. Dan ternyata asik. Gue mulai iseng gangguin asad yang ada di dalam ondel-odel cowok. Gue ada di dalam ondel-ondel cewek. Harris? Dia lagi asyik jadi videografer dan vlogger.
Sebentar lagi waktu buka puasa. Semua orang berpisah dengan kegiatannya dan bersiap buat buka bareng. Gak terkecuali gue, As'ad, Harris dan kong Olip. Kita buka di teras masjid Jami.
"Still feeling blue, Nara?" Tanya Harris.
"No, I am okey." Jawab mantap dengan senyuman bahagia.
Karena bahagia itu simpel :)
******
Malamnya habis sholat terawih dan kong Olip nyiapin barang-barangnya, kita berempat pergi ke bandara. Di sana udah ada Bu Helen yang nungguin kita. Tapi gak bareng Angel, Wati ataupun Ruli.
"Okelah As'ad sampaikan salam makci buat keluarga kau di sana. Ini tiket pesawatnya." Senyum Bu Helen.
"Makci harus main ke Malaysia. Nanti As'ad ajak pusing-pusing. Kalo perlu bawa kak Nara."
"Pusing-pusing.. minum obat. Hahahaha"
"Maksudku tamasya.." sahut As'ad.
"Hahahha.. iya, tahu." Tutup gue.
"Baiklah makci, aku pamit pulang." Kata As'ad lalu mencium tangan Bu Helen.
Gue pun mengulurkan tangan gue.
"Sama aku gak cium tangan?"
"Mau kau kupanggil makci? Sini.." ledek As'ad yang gue bales gaya bibir Donald bebek.
"Iye, yeh.. Kong juga pamit. Do'ain biar selamet."
"Iya, kong. Hati-hati." Gue dan Bu Helen salim ke engkong.
Gak lupa Harris pun pamitan. Cium tangan Bu Helen.
"See you soon, Nara.." lalu melambaikan tangan.
"Assalamu alaykum.."
"Wa alaykumus salam...."
Komentar
Posting Komentar